Salah satu penyebab keguguran, yang saat ini tengah diperdebatkan oleh para ilmuwan adalah apa yang disebut dengan sindrom antifosfolipid.
Secara ringkas penyakit tersebut merupakan suatu penyakit yang berhubungan dengan sistem pertahanan tubuh Anda (antibodi). Dalam kondisi normal antibodi yang merupakan suatu senyawa protein di dalam tubuh, bekerja dalam sistem pertahanan. Fungsinya adalah menghancurkan benda asing (bakteri atau virus) yang dianggap dapat mengancam tubuh.
Namun, pada kondisi tertentu, antibodi tersebut salah memilih musuhnya, dan menganggap bahwa senyawa fosfolipid (bagian dari membran sel) sebagai benda asing. Sehingga antibodi tersebut menyerang senyawa fosfolipid sel. Fenomena tersebut dinamakan terbentuknya sindrom antifosfolipid.
Biasanya, kelainan ini ditemukan pada penderita penyakit lupus. Meskipun demikian, menurut dr. William Shiel dari University of California, pada sekitar 2% dari komunitas normal, ditemukan antibodi antifosfolipid dalam darahnya, tanpa diketahui penyebab yang mendasari kelainan tersebut. Lebih lanjut, menurut dr. William ada beberapa hal yang diduga dapat mengakibatkan terjadinya sindrom antifosfolipid diantaranya infeksi bakteri, virus (hepatitis, HIV), parasit (malaria). Juga dapat disebabkan oleh beberapa zat aktif dalam obat, misalnya hidralazin, prokainamid, dan kina.
Sindrom antifosfolipid dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan darah dalam ukuran mikro. Dan jika bekuan tersebut beredar ke seluruh pembuluh darah, maka akan mengakibatkan berbagai gangguan. Di antaranya adalah trombosis (bekuan darah) pada arteri dan vena, stroke, sakit kepala, dan berkurangnya keping darah (trombositopenia).
Bagaimana sindrom tersebut dapat mengakibatkan terjadinya bekuan darah belum diketahui.
Diduga antifosfolipid antibodi menurunkan kadar dari annexin V, salah satu jenis protein yang berikatan dengan fosfolipid, dan memiliki kemampuan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah. Berkurangnya kadar annexin V itulah yang dianggap sebagai salah satu mekanisme terjadinya bekuan darah. Selain itu antifosfolipid antibodi dianggap dapat menurunkan kadar prostasiklin, sebuah senyawa kimia yang dapat menceah berkumpulnya elemen keping darah yang normal.
ANTI CARDIOLIPIN (ACA) - ACA IgG, ACA IgM
Anticardiolipin Antibodies atau ACA adalah antibodi antifosfolipid yang berperan dalam progresi aterosklerosis dan trombosis, serta berkaitan dengan terjadinya keguguran berulang, stroke dan komplikasi vaskular lainnya. Pemeriksaan Anticardioliphin Antibodies atau ACA berguna untuk mengetahui tingkat kekentalan darah seseorang, dan biasanya sangat disarankan bagi wanita hamil atau berencana hamil terutama yang memiliki riwayat keguguran pada awal kehamilan. Terdapat 3 kelas ACA yang dapat diperiksa yaitu IgA, IgG, dan IgM. Konsentrasi ACA IgG berkaitan erat dengan terjadinya trombosis arteri dan vena, serta keguguran berulang.
Beberapa ahli berpendapat anticardiolipin antibody (ACA) merupakan salah satu jenis antibodi antifosfolipid yang dianggap dapat mengakibatkan terjadinya keguguran berulang. Salah satu teori yang menerangkan hal itu adalah terjadinya gangguan pada pembuluh darah plasenta. Seperti yang telah diuraikan bahwa seseorang yang memiliki antibodi antifosfolipid dalam tubuhnya, maka akan terdapat bekuan darah abnormal di dalam pembuluh darahnya. Jika pembuluh darah tersebut sampai pada daerah plasenta, tentu saja akan mengakibatkan gangguan aliran darah plasenta. Padahal, aliran darah tersebut diperlukan untuk mempertankan kehidupan janin dan plasenta itu sendiri. Janin akan mengalami kekurangan makanan dan akan terdapat kerusakan jaringan pada daerah tersebut, sehingga dapat mengakibatkan keguguran.
Meskipun demikian, tidak semua ilmuwan memiliki pendapat yang sama tentang sindrom antifosfolipid. Salah satunya adalah Dr. dr. T. Z. Jacoeb SPOG-KFER, salah seorang staf pengajar FKUI. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, ternyata ACA (anticardiolipin antibody) yang merupakan salah satu antibodi antifosfolipid tidak membahayakan kehamilan. Kadar progesteron yang rendah, justru dapat mengganggu kehamilan.
Penelitian tersebut dilakukan terhadap beberapa orang wanita yang sedang hamil dan diketahui memiliki kadar progesteron yang rendah (kurang dari 18,9 ng/ml). Dari kelompok tersebut sebagian wanita diketahui terdapat ACA didalam tubuhnya. Kemudian mereka diberikan berbagai terapi yang berbeda-beda, baik tunggal maupun kombinasi. Sekelompok wanita diberikan terapi hormon hCG, yang lainnya diberikan progesteron sintetis. Kelompok wanita yang diketahui terdapat ACA didalam tubuhnya sebagian diberikan aspirin saja untuk mengatasi gangguan penggumpalan darah akibat ACA, sebagian lagi diberikan terapi kombinasi hCG dengan aspirin.
Pemberian hCG atau progesteron sintetis dimaksudkan untuk meningkatkan kadar hormon progesteron dalam darah wanita hamil yang berfungsi untuk mengamankan plasenta selama masa kehamilan. Sedangkan tujuan pemberian aspirin adalah untuk menghindari terjadinya trombosis yang diduga diakibatkan oleh ACA.
Setelah dibandingkan, terdapat bukti adanya perbedaan bermakna antara beberapa kelompok tersebut. Bagi kelompok yang mendapatkan hCG diketahui beberapa saat kemudian kadar progesteronnya meningkat, dan jumlah wanita hamil yang dapat melahirkan dengan selamat meningkat secara bermakna, sedangkan kelompok yang diberikan progesteron sintetis saja tidak terdapat peningkatan kemaknaan dari proses kehamilan yang aman. Pada kelompok wanita yang hanya diberikan aspirin saja dengan anggapan bahwa mereka akan terhindar dari kelainan sindrom antifosfolipid, angka kegagalannya untuk mempertahankan kehamilan tetap tinggi. Sedangkan wanita yang diberikan pula hCG, maka angka keberhasilan mempertahankan kehamilan meningkat secara bermakna.
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kelompok yang diberikan terapi aspirin saja (dianggap gangguan akibat ACA dapat diatasi) namun kadar progesteronnya tetap rendah, maka kemungkinan munculnya gangguan kehamilan tetap tinggi. Sedangkan bila diberikan terapi hCG yang diharapkan dapat meningkatkan kadar progesteronnya dengan mengabaikan adanya kelainan sindrom antifosfolipid, maka terdapat kemaknaan bagi peningkatan jumlah wanita hamil yang dapat melahirkan dengan selamat.
Dalam penelitian ditemukan juga bahwa bagi wanita yang diberikan hCG, maka kemungkinan mempertahankan kehamilannya meningkat empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita lain dalam kelompok tersebut yang tidak diberikan terapi hCG.
Lebih lanjut menurut pakar endokrin-reproduksi tersebut, ACA dapat muncul pada wanita yang mengalami kehamilan, dan fenomena tersebut merupakan hal yang normal. Dengan demikian wanita hamil yang diketahui terdapat ACA didalam tubuhnya tidak perlu khawatir terhadap hal itu karena merupakan suatu kondisi yang normal, demikian penegasan DR. Jacoeb.
by : Konsultasi kewanitaan - Jurnal medic@go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar