• ||KONSULTASI KESEHATAN - WANITA||HAID||STRES||ANYANG"​||KESUBURAN||BUMIL||HEPATITIS||HIV-AIDS||

Senin, 11 April 2011

OBESITAS pada ANAK

                                                                              BAB I
                                    PENDAHULUAN


Maraknya makanan siap saji, gaya hidup (kurang aktifitas) dan meningkatnya media komunikasi tidak hanya di kota-kota besar tetapi juga sampai di kota-kota kecil di seluruh daerah di Indonesia, mampu mempengaruhi perubahan perilaku makan dan perilaku hidup sehat pada anak-anak sehingga beberapa dari mereka menjadi gemuk sampai akhirnya menderita kegemukan (obesitas). Keadaan ini akan menjadi semakin parah bila orang tua menganggap bahwa anak dengan obesitas itu sehat dan lucu. Obesitas bukan merupakan sesuatu hal yang membanggakan! Obesitas pada masa anak-anak dan remaja berdampak secara signifikan terhadap kesehatan fisik maupun psikologis anak dimasa sekarang maupun di masa mendatang. Untuk mencegah komplikasi medis dan psikologis dari obesitas, maka penanganan harus dilakukan sedini mungkin.

Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga obesitas sudah merupakan suatu problem kesehatan yang harus segera ditangani1. Di Indonesia, terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup yang menjurus ke westernisasi dan sedentary berakibat pada perubahan pola makan/konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol,2,3 terutama terhadap penawaran makanan siap saji (fast food) yang berdampak meningkatkan risiko obesitas.2

Prevalensi obesitas meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Berdasarkan SUSENAS, prevalensi obesitas (>120% median baku WHO/NCHS) pada balita mengalami peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada tahun 1989 didapatkan 4,6% laki-laki dan 5,9% perempuan, meningkat menjadi 6,3% laki-laki dan 8% perempuan pada tahun 1992 dan di pedesaan pada tahun 1989 didapatkan 2,3% laki-laki dan 3,8% perempuan, meningkat menjadi 3,9% laki-laki dan 4,7% perempuan pada tahun 1992.2
Obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas dimasa dewasa dan
berpotensi mengalami penyakit metabolik dan penyakit degeneratif dikemudian hari. 1,3,4 Profil lipid darah pada anak obesitas menyerupai profil lipid pada penyakit kardiovaskuler dan anak yang obesitas mempunyai risiko hipertensi lebih besar.4 Penelitian Syarif menemukan hipertensi pada 20 – 30% anak yang obesitas, terutama obesitas tipe abdominal.5
Dengan demikian masalah obesitas pada anak memerlukan perhatian yang serius dan pananganan yang sedini mungkin, dengan melibatkan peran serta orang tua dan lingkungan sekitar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi dan Kriteria Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.1
Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, pada umumnya digunakan:
  1. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut obesitas bila BB > 120% BB standar.4
  2. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau > 120% 6 atau Z-score = + 2 SD.1
  3. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85.6
  4. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri dan sebagainya, yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan.4
  5. Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator obesitas.6

B. Epidemiologi
Menurut Dietz terdapat 3 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak dalam kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu : periode pranatal, terutama trimester 3 kehamilan, periode adiposity rebound pada usia 6 – 7 tahun dan periode adolescence.6

Pada bayi dan anak yang obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas untuk 2 dekade berikutnya dan 80% remaja yang obesitas akan menjadi dewasa yang obesitas.7 Menurut Taitz, 50% remaja yang obesitas sudah mengalami obesitas sejak bayi.4 Sedang penelitian di Jepang menunjukkan 1/3 dari anak obesitas tumbuh menjadi obesitas dimasa dewasa dan risiko obesitas ini diperkirakan sangat tinggi, dengan OR 2,0 – 6,7.8

Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa obesitas pada usia 1-2 tahun dengan orang tua normal, sekitar 8% menjadi obesitas dewasa, sedang obesitas pada usia 10-14 tahun dengan salah satu orang tuanya obesitas, 79% akan menjadi obesitas dewasa.9

C. Faktor-faktor Penyebab Obesitas
Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan adanya keseimbangan energi positif, sebagai akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak.3,4 Sebagian besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor eksogen/nutrisional (obesitas primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik hanya sekitar 10%.5

Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.3,4

a. Faktor Genetik
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%.5 Hipotesis Barker menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek.10,11 Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotipe.11

b. Faktor lingkungan.

1. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar = 5 kg.10 Penelitian di Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim dan tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan.8 Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV = 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV = 2 jam setiap harinya.10

2. Faktor nutrisional
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak5 serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.3,5 Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali.8 Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih tidak mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan.10 Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino diregulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan dioksidasi; sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.1

3. Faktor sosial ekonomi
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.5 Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti : ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer/games, nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.12

D. Patofisiologi 13,14
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam pengaturan penyimpanan energi, melalui sinyal-sinyal eferen yang berpusat di hipotalamus setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer terutama dari jaringan adipose tetapi juga dari usus dan jaringan otot. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan asupan makanan, menurunkan pengeluaran energi) dan katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.

Sinyal pendek (situasional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu makan serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yaitu kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling penting dalam menurunkan porsi makan dibanding glukagon, bombesin dan somatostatin. Sinyal panjang yang diperankan oleh fat-derived hormone leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Didalam sistem ini leptin memegang peran utama sebagai pengendali berat badan. Sumber utama leptin adalah jaringan adiposa, yang disekresi langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menembus sawar darah otak menuju ke hipotalamus. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan maka massa jaringan adiposa meningkat, disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi NPY, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan makanan.

Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka massa jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dan asupan makanan. Pada sebagian besar orang obesitas, mekanisme ini tidak berjalan walaupun kadar leptin didalam darah tinggi dan disebut sebagai resistensi leptin.

Beberapa neurotransmiter, yaitu norepineprin, dopamin, asetilkolin dan serotonin berperan juga dalam regulasi keseimbangan energi, demikian juga dengan beberapa neuropeptide dan hormon perifer yang juga mempengaruhi asupan makanan dan berperan didalam pengendalian kebiasaan makan. Neuropeptide-neuropeptide ini meliputi neuropeptide Y (NPY), melanin-concentrating hormone, corticotropin-releasing hormone (CRH), bombesin dan somatostatin. NPY dan CRH terdapat di nukleus paraventrikuler (PVN) yang terletak di bagian dorsal dan rostral ventromedial hypothalamic (VMH), sehingga lesi pada daerah ini akan mempengaruhi kebiasaan makan dan keseimbangan energi. NPY merupakan neuropeptida perangsang nafsu makan dan diduga berperan didalam respon fisiologi terhadap starvasi dan obesitas.

Nukleus VMH merupakan satiety center/anorexigenic center . Stimulasi pada nukleus VMH akan menghambat asupan makanan dan kerusakan nukleus ini akan menyebabkan makan yang berlebihan (hiperfagia) dan obesitas. Sedang nukleus area lateral hipotalamus (LHA) merupakan feeding center/orexigenic center dan memberikan pengaruh yang berlawanan.

Leptin dan insulin yang bekerja pada nukleus arcuatus (ARC), merangsang neuron proopimelanocortin/cocain and amphetamine-regulated transcript (POMC/ CART) dan menimbulkan efek katabolik (menghambat nafsu makan, meningkatkan pengeluaran energi) dan pada saat yang sama menghambat neuron NPY/AGRP (agouti related peptide) dan menimbulkan efek anabolik (merangsang nafsu makan, menurunkan pengeluaran energi). Pelepasan neuropeptida-neuropeptida NPY/AGRP dan POMC/CART oleh neuron-neuron tersebut kedalam nukleus PVN dan LHA, yang selanjutnya akan memediasi efek insulin dan leptin dengan cara mengatur respon neuron-neuron dalam nukleus traktus solitarius (NTS) di otak belakang terhadap sinyal rasa kenyang (oleh kolesistokinin dan distensi lambung) yang timbul setelah makan. Sinyal rasa kenyang ini menuju NTS terutama melalui nervus vagus.

Jalur descending anabolik dan katabolik diduga mempengaruhi respon neuron di NTS yang mengatur penghentian makan. Jalur katabolik meningkatkan dan jalur anabolik menurunkan efek sinyal kenyang jalur pendek, sehingga menyebabkan penyesuaian porsi makan yang mempunyai efek jangka panjang pada perubahan asupan makan dan berat badan.

E. Gejala Klinis18

Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi pada anak biasanya timbul menjelang remaja dan dalam masa remaja, terutama anak wanita. Selain berat badan meningkat dengan pesat, juga pertumbuhan dan perkembangan lebih cepat (ternyata jika diperiksa usia tulangnya), sehingga pada akhirnya anak yang cepat tumbuh dan matang itu akan mempunyai tinggi badan yang relativ rendah dibandingkan dengan anak yang sebayanya.
Bentuk tubuh, penampilan dan raut muka penderita obesitas :
1) Raut muka
Hidung dan mulut tampak relativ kecil dengan dagu yang terbentuk ganda.
2) Dada dan payudara
Bentuk payudara mirip dengan payudara yang telah tumbuh. Pada anak pria keadaan demikian menimbulkan perasaan yang kurang menyenangkan.
3) Abdomen
Membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk bandul lonceng (pendulung). Kadang-kadang terdapat stria putih atau ungu.
4) Genitalia luar
Pada pria penis seakan-akan terpendam dalam jaringan lemak mons pubis, sehingga tampak kecil dari bagian yang tersembul ke luar.
5) Anggota badan
Lengan atas dan paha tampak besar, terutama pada bagian proksimal. Tangan relativ kecil dengan jari-jari yang terbentuk runcing. Terdapat kelainan berupa coxae vara dengan genu valgum pada tungkai.
6) Kelainan emosi
Pada penderita sering ditemukan gejala gangguan emosi yang mungkin merupakan penyebab atau akibat dari keadaan obesitas.
Keadaan gizi penderita dapat dinilai dengan melakukan beberapa pengukuran antropometrik, yaitu yang terpenting :
1) Pengukuran berat badan
2) Pengukuran panjang badan
3) Pengukuran lingkaran lengan atas
4) Pengukuran tebal lipatan kulit yang dilakukan pada lengan atas kanan bagian belakang tengah, di atas otot triseps.

F. DIAGNOSIS19

Membuat diagnosis obesitas tidak selalu mudah. Yang terpenting ialah ditemukannya gejala klinis obesitas yang di sokong oleh pemeriksaan antropometrik. Diagnosis obesitas dibuat bila terdapat data antropometris untuk perbandingan berat dan tinggi, lingkaran lengan dan tebalnya kulit, paling sedikit 10% diatas normal dengan gejala klinis obesitas.

G. DIAGNOSIS BANDING18
Anak dengan obesitas yang ditentukan dengan IMB persentil ke 95 atau lebih dan / atau 30 atau lebih menurut umur harus mendapat evaluasi medik yang diteliti untuk gangguan yang mungkin mempunyai hubungan medic primer dengan obesitas. Kebanyakan dari gangguan ini jarang, biasanya dibedakan dari obesitas anak dengan tinggi badan yang pendek, umur tulang terlambat dan perkembangan tanda-tanda kelamin sekunder terlambat. Diagnosis banding pada table 1 berkaitan dengan kurang dari 1% dari semua kasus obesitas masa anak.
TABEL 1 Diagnosis Banding Obesitas Masa Anak
1. Penyebab Endokrin
• Sindrom Cushing
• Hipotirodisme
• Hiperinsulinemia
• Defisiensi hormon pertumbuhan
• Disfungsi hipotalamus
• Sindrom Prader-Willi
• Sindrom Stein-Leventhal (ovarium polikistik)
• Pseudohipoparathiroidisme tipe 1
2. Sindrom Genetik
• Sindrom Turner
• Sindrom Laurence-Moon-Biedl
• Sindrom Alstrom-Hallgren
3. Sindrom Lain
• Sindrom Cohen
• Sindrom Carpenter

H. Komplikasi
1. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler
Faktor Risiko ini meliputi peningkatan: kadar insulin, trigliserida, LDL-kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol. Risiko penyakit kardiovaskuler di usia dewasa pada anak obesitas sebesar 1,7 - 2,6. IMT mempunyai hubungan yang kuat (r = 0,5) dengan kadar insulin. Anak dengan IMT > persentile ke 99, 40% diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar HDL-kolesterol yang rendah dan 33% dengan kadar trigliserida tinggi.15 Anak obesitas cenderung mengalami peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, sekitar 20-30% menderita hipertensi.5
2. Diabetes Mellitus tipe-2
Diabetes mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obesitas.5,15 Prevalensi penurunan glukosa toleran test pada anak obesitas adalah 25% sedang diabetes mellitus tipe-2 hanya 4%. Hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD atau > persentile ke 99. 16
3. Obstruktive sleep apnea
Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok.5 Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan hipoventilasi. Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan.5,10
4. Gangguan ortopedik
Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul.5
5. Pseudotumor serebri
Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru yang menyebabkan peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala, papil edema, diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.5

I. Obesitas, Perilaku dan Gangguan Psikososial 17

Obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas pada masa dewasa dan berpotensi mengalami pelbagai penyebab kesakitan dan kematian antara lain penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, dan lain-lain. Dampak lain yang tidak kalah penting yaitu dampak terhadap tumbuh kembang anak terutama aspek perkembangan psikososial. Aspek psikososial pada obesitas perlu dibahas lebih lanjut oleh karena untuk tumbuh kembang anak secara optimal selain kesehatan fisik juga diperlukan kesehatan mental. Pada anak obesitas sering didapatkan kurangnya rasa ingin bermain dengan teman, memisahkan diri dari tempat bermain dan tidak diikutkan dalam permainan. Hal tersebut karena kurangnya rasa percaya diri, persepsi diri yang negatif maupun rendah diri karena merasa berbeda dengan anak lain sehingga menjadi bahan ejekan teman-temannya. Perlakuan tersebut menyebabkan anak obesitas mudah mengalami gangguan psikososial.

Psikososial didefinisikan sebagai hubungan yang dinamis antara psikologis dan pengaruh sosial dan di antara keduanya saling mempengaruhi. Kedua komponen tersebut merupakan hal yang penting untuk proses perkembangan anak, hal tersebut akan beriringan dengan proses pertumbuhan dan maturasi, sehingga psikososial akan berubah sesuai dengan perubahan pertumbuhan dan perkembangan individu. Gangguan psikososial terjadi apabila terdapat ketidakseimbangan antara kedua komponen di atas yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan, sehingga anak harus beradaptasi untuk menghadapi perubahan tersebut.

Gangguan psikososial pada anak obesitas dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari anak itu sendiri berupa keinginan untuk menguruskan badan dan merasa dirinya berbeda dengan anak yang lain, menyebabkan anak dengan obesitas mempunyai rasa percaya diri rendah dan mudah depresi. Akibat kegemukan, penis tampak kecil karena terkubur dalam jaringan lemak (burried penis), hal ini dapat menyebabkan rasa malu karena merasa berbeda dengan anak lain. Bau atau aroma badan yang kurang sedap akibat adanya laserasi kulit pada daerah lipatan menyebabkan anak menarik diri dari lingkungannya. Faktor eksternal berasal dari lingkungan memberikan “stigma” pada anak obesitas sebagai anak yang malas, bodoh dan lamban. Dapat pula karena ketidakmampuan untuk melaksanakan suatu tugas/ kegiatan terutama olahraga akibat adanya hambatan pergerakan oleh kegemukannya.
Faktor penentu kualitas tumbuh kembang anak adalah potensi genetik-heredokonstitusional (intrinsik) dan peran lingkungan (ekstrinsik). Peran lingkungan sangat penting untuk mencukupi kebutuhan dasar tumbuh kembang anak yaitu kebutuhan biopsikososial terdiri dari kebutuhan biomedis/ asuh (nutrisi, imunisasi, higiene, pengobatan, pakaian, tempat tinggal, sanitasi lingkungan dan lain-lain) dan kebutuhan psikososial/ asih dan asah (kasih sayang, penghargaan, komunikasi, stimulasi bicara, gerak, sosial, moral, intelegensi dan lain-lain). Sosial ekonomi rendah, pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, pola asuh dan jenis kelamin diketahui merupakan faktor risiko terjadinya gangguan psikososial pada anak usia sekolah dasar.

Secara prinsip kelebihan berat dapat menyebabkan terjadinya masalah yang menyangkut perkembangan sosial dan emosional anak seperti :

a. Percaya diri rendah dan rawan diganggu anak lain
Anak-anak seringkali mengganggu atau mencela kawan mereka yang kelebihan berat badan, yang seringkali mengakibatkan anak tersebut kehilangan rasa percaya diri dan meningkatkan risiko terjadinya depresi.

b. Problem pada pola tingkah laku dan pola belajar
Anak-anak yang kelebihan berat badan cenderung lebih sering merasa cemas dan memiliki kemampuan bersosialisasi yang lebih rendah daripada anak-anak dengan berat normal. Pada satu sisi yang ekstrim, masalah-masalah ini akan menyebabkan anak tersebut meledak dan mengganggu ruang kelas. Pada sisi ekstrim yang lain, anak tersebut akan menarik diri dari pergaulan sosial. Stress dan kecemasan juga akan mengganggu proses belajar. Kecemasan yang berhubungan dengan masalah sekolah dapat menimbulkan lingkaran setan dimana didalamnya rasa khawatir yang terus meningkat akan menyebabkan menurunnya pencapaian akademis.

c. Depresi
Isolasi sosial dan rendahnya rasa percaya diri menimbulkan rasa perasaan tidak berdaya pada sebagian anak yang kelebihan berat. Bila anak-anak kehilangan harapan bahwa hidup mereka akan menjadi lebih baik, pada akhirnya mereka akan mengalami depresi. Seorang anak yang mengalami depresi akan kehilangan rasa tertarik pada aktivitas normal, lebih banyak tidur dari biasanya atau seringkali menangis. Pada beberapa anak yang mengalami depresi, mereka dapat menyembunyikan kesedihan mereka sehingga emosi mereka justru kelihatan datar saja. Bagaimanapun, depresi adalah masalah yang serius baik pada anak-anak maupun pada orang dewasa. Bila orang tua merasa anak mengalami depresi, maka anak harus diajak bicara. Orang tua juga dapat mendiskusikan kekhawatirannya dengan dokter dan guru-guru anak-anak.

J. Penatatalaksanaan Obesitas pada Anak

Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka penatalaksanaan obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikut sertakan keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah/modifikasi pola hidup. 5,12
1. Menetapkan target penurunan berat badan
Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan : umur anak, yaitu usia 2 - 7 tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi dengan usia dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan, sedang pada obesitas dengan komplikasi pada anak usia dibawah 7 tahun dan obesitas pada usia diatas 7 tahun dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Target penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.5
2. Pengaturan diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan.5 Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low calorie diet ).12

Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang 5:
a. Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal.
b. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari. c. Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per hari.
3. Pengaturan aktifitas fisik
Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.5


TABEL 2. Jenis kegiatan dan jumlah kalori yang dibutuhkan
Jenis kegiatan Kalori yang digunakan/jam
Jalan kaki 3 km/jam 150
Jalan kaki 6 km/jam 300
Joging 8 km/jam 480
Lari 12 km/jam 600
Tenis tunggal 360
Tenis ganda 240
Golf 180
Berenang 350
Bersepeda 660


4. Mengubah pola hidup/perilaku
Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan cara :
a. Pengawasan sendiri terhadap : berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya.
b. Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan
rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan.
c. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi
dan mengurangi makanan camilan.
d. Memberikan penghargaan dan hukuman.
e. Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.5
5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.
Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet.12
6. Terapi intensif 5,12
Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah.
a. Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan > 140% BB Ideal atau IMT > 97 persentile, dengan asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani 1,5 - 2,5 gram/kg BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter.
b. Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1) mempengaruhi asupan energi dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin;
2) mempengaruhi penyimpanan energi dengan menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan metformin;
3) meningkatkan penggunaan energi.
Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas.
c. Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi ini adalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.

Literatur lain menyebutkan(17), anak-anak, tidak seperti orang dewasa, membutuhkan nutrisi dan kalori untuk perkembangan dan pertumbuhan mereka. Meskipun demikian, berat badan merupakan suatu keseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang dibuang. Anak-anak yang makan sejumlah kalori yang mereka butuhkan untuk aktivitas sehari-hari dan pertumbuhan yang normal, akan mengalami penambahan berat badan yang sesuai dengan pertambahan tinggi badan mereka. Akan tetapi anak-anak yang makan lebih banyak kalori daripada yang mereka butuhkan, akan mendapatkan penambahan berat badan lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk menopang penambahan postur tubuh mereka. Pada kasus-kasus seperti ini, penambahan indeks massa tubuh sesuai umur akan berbanding lurus dengan bertambahnya risiko obesitas dan timbulnya masalah kesehatan yang berhubungan dengan berat badan.
Untuk anak-anak di bawah usia 7 tahun yang tidak memiliki masalah kesehatan lainnya, tujuan penanganan ini adalah untuk menjaga berat badan bukan mengurangi berat badan. Strategi ini menyebabkan anak-anak tetap menambah tinggi badan mereka tanpa harus menambah berat badan, sehingga indeks massa tubuh akan terus menurun seiring dengan bertambahnya waktu sampai pada kisaran normal. Meskipun demikian, untuk anak yang mengalami obesitas, menjaga berat badan sambil menunggu pertambahan tinggi badan dapat menjadi sama sulitnya dengan menurunkan berat badan pada orang-orang dewasa.

Penurunan berat badan biasanya direkomendasikan untuk anak-anak berusia di atas 7 tahun atau untuk anak-anak dengan usia yang lebih muda yang memiliki masalah kesehatan.
Penurunan berat badan harus dilakukan secara teratur dan sedikit demi sedikit. Biasanya dengan kisaran antara 1 pound (0,45 kg) dalam seminggu sampai dengan 1 pound dalam sebulan, tergantung pada kondisi anak anda.

Metode-metode yang dilakukan untuk menjaga berat badan atau menurunkan berat badan adalah sama yaitu anak harus makan dengan pola makan yang sehat dan meningkatkan aktivitas fisiknya. Kesuksesan metode ini sangat bergantung pada komitmen orang tua untuk membantu anak melakukan perubahan ini. Orang tua harus memikirkan pola makan dan pola olahraga sebagai satu koin dengan dua sisi yang berbeda. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah :
1. Makan dengan Pola Makan yang Sehat
Makanan selalu dibeli oleh para orangtua, mereka juga memasak makanan dan mereka juga yang menentukan makanan mana yang akan dimakan. Bahkan perubahan sekecil apapun dapat menyebabkan perubahan besar pada kesehatan anak. Bila sedang berbelanja untuk sehari-hari, harus memilih buah dan sayuran dibandingkan makanan cepat saji. Selalu sediakan kudapan yang sehat. Dan jangan pernah menggunakan makan sebagai hadiah atau hukuman. Batasi pembelian minuman yang manis, termasuk juga minuman yang memiliki rasa buah. Minuman seperti ini hanya memberikan sedikit nutrisi dibandingkan dengan kalori tinggi yang mereka miliki. Minuman ini juga dapat membuat anak merasa terlalu kenyang untuk makan makanan yang lebih sehat. Pilih resep dan metode memasak yang menggunakan lemak sesedikit mungkin. Contohnya, dengan memanggang ayam bukan menggorengnya. Sajikan makanan berwarna-warni di atas meja: sayuran hijau dan kuning, buah aneka warna, dan roti yang terbuat dari whole-grain. Batasi sajian karbohidrat berwarna putih: beras, pasta, roti putih dan gula (sebagai makanan penutup).
2. Duduk bersama untuk menikmati makanan sekeluarga.
Buat makan bersama sebagai kebiasaan saat untuk berbagi berita dan cerita. Jangan makan di depan televisi atau komputer, yang akan menyebabkan anak mengunyah tanpa berpikir. Batasi kebiasaan makan di luar rumah, terutama di restoran cepat saji. Banyak pilihan menu pada restoran seperti ini yang tinggi lemak dan kalori. Jangan biasakan makan di depan layar, seperti televisi, komputer atau video game. Kebiasaan ini akan menyebabkan anak makan secara terburu-buru dan menurunkan kesadaran akan berapa banyak makanan yang telah dimakan.
Beberapa hal kebiasaan makan yang kurang baik yang harus dihindari adalah :
a. Jangan berikan permen atau jajanan sebagai hadiah bagi anak yang berkelakuan baik atau untuk menghentikan kelakuan buruk. Cari solusi lain untuk mengubah perilaku mereka.
b. Jangan biasakan anak untuk selalu menghabiskan isi piringnya. Orang tua harus menyadari seberapa lapar anaknya. Bayipun akan menolak botol susu atau ASI sebagai tanda bahwa mereka sudah kenyang. Bila anak-anak sudah cukup kenyang, jangan paksa mereka untuk melanjutkan makan. Orang tua harus menguatkan pikirannya, bahwa anak hanya akan makan bila mereka lapar.
c. Jangan berbicara soal “makanan yang jelek” atau sama sekali melarang adanya permen dan makanan favorit dari menu makanan anak yang mengalami kelebihan berat badan. Anak-anak bisa berontak dan mengkonsumsi makanan terlarang tersebut dalam jumlah banyak di luar rumah atau menyelundupkan makanan tersebut ke dalam rumah.
3. Meningkatkan Aktivitas Fisik
Satu komponen yang sangat penting dalam penurunan berat badan, terutama pada anak-anak, adalah aktivitas fisik. Kegiatan ini tidak hanya akan membakar kalori, tapi juga dapat memperkuat tulang dan otot dan membantu anak-anak tidur dengan nyenyak di malam hari dan terjaga di siang hari. Kebiasaan seperti ini yang dibangun sejak masa kanak-kanak akan membantu mereka menjaga berat badan pada kisaran yang sehat pada masa dewasanya, meskipun mereka mengalami pertumbuhan yang pesat, perubahan hormon dan mengalami perubahan sosial yang seringkali menyebabkan mereka terlalu banyak makan. Dan anak-anak yang aktif akan cenderung tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat.
Untuk meningkatkan tingkat aktivitas anak, yang perlu dilakukan adalah :
a. Batasi waktu santai di depan layar menjadi hanya dua jam dalam sehari. Satu cara yang jitu untuk meningkatkan aktivitas anak adalah dengan membatasi waktu mereka untuk menonton televisi setiap harinya. Aktivitas diam lainnya (main video games dan komputer atau bicara di telepon) juga harus dibatasi.
b. Tekankan pada aktivitas bukan olahraga. Aktivitas anak tidak harus berupa program olahraga yang terstruktur, tujuannya hanya agar mereka tetap bergerak. Aktivitas bermain bebas seperti bermain petak-umpet, tarik tambang atau lompat tali dapat menjadi cara yang jitu untuk membakar kalori dan meningkatkan stamina.
c. Temukan aktivitas yang disukai oleh anak. Contohnya, bila anak cenderung berjiwa seni, orang tua dapat pergi ke alam untuk jalan-jalan dan mengumpulkan daun dan batu-batuan yang dapat dikoleksi oleh anak-anak. Bila anak suka memanjat, bisa diajak pergi mencari tempat bermain disekitar rumah, dimana anak-anak dapat melewatkan waktu dengan memanjat alat permainan atau tembok. Bila anak suka membaca, Orang tua bisa mengajaknya jalan kaki atau naik sepeda ke perpustakaan disekitar rumah.
d. Bila Orang tua ingin memiliki anak yang aktif, maka Orang tua juga harus aktif. Gunakan tangga bukan lift atau eskalator dan parkir mobil di tempat yang agak jauh dari toko. Jangan buat kegiatan olah gerak sebagai hukuman atau kewajiban. Temukan aktivitas yang menyenangkan yang dapat dilakukan oleh seluruh anggota keluarga.
e. Buat pekerjaan rumah tangga sebagai kegiatan keluarga. Dengan membuat suatu permainan, misalnya bisa berupa siapa yang banyak mencabut rumput dari kebun sayuran? Siapa yang paling banyak mengumpulkan sampah?
f. Buat aktivitas yang bervariasi. Biarkan anak-anak secara bergantian memilih aktivitas apa yang akan mereka lakukan hari atau minggu ini. Latihan memukul, boling, dan renang, semua ikut dihitung.
4. Buat sebagai Komitmen Keluarga
Anak-anak tidak dapat mengubah sendiri pola makan dan pola aktivitas mereka. Mereka membutuhkan dukungan dan dorongan dari keluarga dan pengasuh mereka. Untuk meningkatkan tingkat kesuksesan anak, yang dapat dilakukan adalah :
a. Buat komitmen untuk melakukan kebiasaan sehat dalam keluarga, di mana semua anggota keluarga harus tetap mengikuti pola yang sudah ditentukan. Bila tidak, anak akan merasa disisihkan, direndahkan atau dibenci.
b. Bersiaplah untuk melakukan perubahan. Perubahan yang kecil tapi berkesinambungan akan lebih mudah untuk diikuti dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Fokus pada program perubahan pola makan dan aktivitas untuk jangka panjang, jangan gunakan pola diet yang sudah ditentukan atau pola diet yang sedang tren yang bertujuan untuk mengurangi berat badan secara cepat. Tujuan yang harus dicapai adalah pola makan sehat dan perubahan gaya hidup, bukan jumlah kilogram yang sudah bisa dihilangkan.
d. Tentukan sasaran yang dapat dicapai oleh anak dan juga seluruh anggota keluarga. Contohnya, sasaran untuk anak adalah mengurangi konsumsi minuman yang mengandung gula. Sasaran keluarga adalah makan bersama di meja setiap malam bukan di depan televisi.

K. Pencegahan

Tanpa melihat apakah anak memiliki risiko mengalami kelebihan berat badan atau saat ini anak memiliki berat badan yang ideal, orang tua tetap dapat mengambil langkah proaktif untuk mendapatkan atau untuk menjaga agar semua tetap berada pada jalur yang benar. Dimulai dengan memberikan contoh yang baik dengan cara memperhatikan makanan yang dimakan sehingga dapat tetap konsisten menjaga berat badan ideal. Kemudian, orang tua harus aktif dan mengundang anak untuk bergabung menjalankan kebiasaan yang sehat bersama-sama.
Selalu mencoba untuk tidak beradu otot mengenai masalah makanan dengan anak-anak. Orang tua mungkin secara tidak sengaja telah meletakkan dasar untuk hal tersebut dengan menyediakan atau melarang makanan tertentu, contohnya permen, sebagai hadiah atau hukuman bagi anak. Umumnya, makanan bukanlah suatu hal yang direkomendasikan sebagai pengubah perilaku pada anak-anak.

Selalu mencoba mengingat bahwa banyak anak yang kelebihan berat badan yang menjadi gemuk saat mereka bertambah tinggi. Orang tua juga harus menyadari, bahwa tekanan yang terlalu besar pada kebiasaan makan dan berat badan anak dapat memberi efek terbalik dimana si anak makan terlalu banyak, atau mungkin membuat mereka rawan terjangkit kelainan pada pola makan.

Orang tua tidak perlu menjadi terlalu kritis, mereka hanya perlu menekankan pada apa yang baik, seperti senangnya bisa bermain di luar rumah, berbagai variasi buah segar yang bisa didapatkan sepanjang tahun. Perlu juga menekankan keuntungan dari banyak beraktivitas selain dari membantu mereka untuk menjaga berat badan, contohnya, banyak bergerak membuat jantung, paru-paru dan otot-otot lain menjadi lebih kuat. Bila orang tua terus memupuk kebiasaan alami anak-anak untuk berlari, menjelajah dan hanya makan saat mereka lapar, bukan karena bosan, secara otomatis mereka akan mendapatkan berat badan yang sehat.

Para orang tua memainkan peranan penting dalam membantu anak-anak yang mengalami obesitas untuk merasa tetap dicintai dan agar mereka dapat tetap mengendalikan berat badan mereka. Mengambil setiap kesempatan untuk membangun rasa percaya diri anak. Anak yang kelebihan berat badan memiliki risiko yang makin tinggi untuk mengalami rendah diri karena tekanan sosial pada penampilan dan kerampingan tubuh. Orang tua tidak boleh takut untuk mengemukakan topik kesehatan dan kebugaran, tapi mereka juga harus lebih sensitif terhadap perasaan anak yang mungkin saja menganggap kekhawatiran yang dilakukan orang tua sebagai suatu bentuk penghinaan. Anak-anak wajib diajak bicara secara terbuka, langsung dengan tanpa menghakim dan tanpa mencela. Sebagai tambahan, para orang tua dapat mempertimbangkan beberapa saran berikut ini :
a. Temukan alasan untuk memuji jerih payah anak.
Rayakan keberhasilan sekecil apapun, tapi jangan berikan hadiah berupa makanan. Pilih cara lain untuk menandai pencapaian yang telah anak-anak raih, seperti pergi bermain boling atau piknik ke taman.
b. Bicarakan soal perasaan pada anak.
Bantu dia untuk menemukan cara agar dapat menghadapi emosi tanpa harus melibatkan makanan.
c. Bantu anak untuk fokus pada sasaran yang positif.
Contohnya, tunjukkan bahwa sekarang dia dapat bersepeda selama lebih dari 20 menit tanpa harus kelelahan atau dia dapat berlari berlari sebanyak putaran yang diperlukan dalam kelas olahraga di sekolah.

Bila para orangtua, memiliki pola makan yang baik dan berolahraga secara rutin dan dapat memasukkan kebiasaan yang sehat dalam kegiatan keluarga sehari-hari, berarti mereka telah membentuk gaya hidup yang sehat bagi anak yang dapat berlangsung terus hingga ia beranjak dewasa. Membicarakan pada anak mengenai pentingnya pola makan yang baik, dan pentingnya kegiatan fisik, tapi buatlah kedua hal tersebut sebagai kegiatan keluarga sehingga menjadi kebiasaan yang baik bagi keluarga. 

L. PROGNOSIS

Hasil diet dan/atau modifikasi latihan fisik berhasil hanya untuk jangka pendek dan pemantauan yang cukup lama menunjukkan frekuensi kambuh pada umur 4-10 tahun, yang berhasil mempertahankan penurunan berat badan (tetapi belum normal) hanya sedikit kurang dari 50% penderita obesitas.

RINGKASAN

Maraknya makanan siap saji, gaya hidup (kurang aktifitas) dan meningkatnya media komunikasi tidak hanya di kota-kota besar tetapi juga sampai di kota-kota kecil di seluruh daerah di Indonesia, mampu mempengaruhi perubahan perilaku makan dan perilaku hidup sehat pada anak-anak sehingga beberapa dari mereka menjadi gemuk sampai akhirnya menderita kegemukan (obesitas).
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.1
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.3,4

Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam pengaturan penyimpanan energi, melalui sinyal-sinyal eferen yang berpusat di hipotalamus setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer terutama dari jaringan adipose tetapi juga dari usus dan jaringan otot. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan asupan makanan, menurunkan pengeluaran energi) dan katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.
Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi pada anak biasanya timbul menjelang remaja dan dalam masa remaja, terutama anak wanita. Selain berat badan meningkat dengan pesat, juga pertumbuhan dan perkembangan lebih cepat (ternyata jika diperiksa usia tulangnya), sehingga pada akhirnya anak yang cepat tumbuh dan matang itu akan mempunyai tinggi badan yang relativ rendah dibandingkan dengan anak yang sebayanya.
Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah/modifikasi pola hidup. 5,12
Perlu juga menekankan keuntungan dari banyak beraktivitas selain dari membantu mereka untuk menjaga berat badan, contohnya, banyak bergerak membuat jantung, paru-paru dan otot-otot lain menjadi lebih kuat. Bila orang tua terus memupuk kebiasaan alami anak-anak untuk berlari, menjelajah dan hanya makan saat mereka lapar, bukan karena bosan, secara otomatis mereka akan mendapatkan berat badan yang sehat.

By: BAJAJKT