BAB I
PENDAHULUAN
Toksoplasmosis adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh toksoplasma gondii. Toxoplasma adalah parasit protozoa bersel
tunggal penyebab toksoplasma. Virus ini pertama kali ditemukan dalam hewan
pengerat di Afrika Utara yang disebut gondii oleh Charles Nicolle dan lonis
Manceaux di Laboratorium Institut Pasteur di Tunisia pada tahun 1908. Makanya
di dunia medis lebih dikenal dengan sebutan toksoplasma gondii. [4],[6]
Toksoplasma gondii dapat dibedakan dalam 3
bentuk:
1.Oosit yang merupakan hasil perkawinan
mikrogamat dan mikrogamet yang terjadi dalam usus kucing.Oosit diekskresi
bersama tinja dan berada dalam tanah, tumbuhan, atau sayuran.
2. Trofozoid (takhizoit), timbul kalau oosit
termakan binatang atau manusia kemudian
pecah menjadi bentuk trofozoid yang sangat infektif. Trofozoit memperbanyak
diri dengan cara aseksual (pembelahan) mengakibatkan parasitemia dan menyerang
berbagai organ.
3. Kista. Disebut juga dengan vase tidur/istirahat dari virus ini biasanya berada dalam organ yang dapat bertahan hidup sepanjang kehidupan induk semangnya. [6]
3. Kista. Disebut juga dengan vase tidur/istirahat dari virus ini biasanya berada dalam organ yang dapat bertahan hidup sepanjang kehidupan induk semangnya. [6]
Toksoplasma gondii dan biasanya diderita oleh
binatang herbivore, karnivora, omnivore termasuk mamalia dan burung. Hospes
definitif dari Toksoplasma gondii adalah kucing dan hewan
sejenis kucing lainnya yang mendapatkan infeksi karena kucing memakan mamalia
(terutama rodentia ) atau burung yang terinfeksi Hospes perantara dari toksoplasma.
gondii antara lain biri-biri, kambing, binatang pengerat, sapi, babi,
ayam, dan burung. Semua binatang tersebut dapat mengandung stadium infektif (cystozoiteatau bradizoite) dari t.
gondii yang membentuk kista dalam jaringan terutama jaringan otot dan
otak. Kista jaringan dapat hidup dalam jangka waktu panjang kemungkinan seumur
hidup binatang tersebut. Tidak langsung ditularkan dari seseorang kepada orang
lain kecuali in utero. Oocysts pada kucing akan membentuk
spora dan menjadi infektif dalam 1 sampai 5 hari dan tetap infektif pada air
dan tanah basah lebih dari satu tahun. Kista pada daging hewan yang terinfeksi
bertahan dan tetap infektif selama daging itu Infeksi bisa terjadi karena
mengkonsumsi daging mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna (daging
babi, daging kambing dan jarang daging sapi) dimana didalam daging tersebut
mengandung kista. [2],[5]
Di alam terbuka, telur parasit toksoplasma dapat
bertahan sampai berbulan-bulan, terutama di tanah yang lembap. Didalam tubuh
perantara,Virus toxoplasma dapat mati dalam
pemanasan,pengeringan dan pembekuan.oleh karena itu disarankan daging dimasak
minimal di suhu 67oC. Toxoplasma
dapat mati jika induk semang atau perantaranya juga mati
Dalam organ semang toxoplasma biasanya bertempat di didalam paru-paru, hati, limpa, anak ginjal, Toxoplasma banyak dijumpai didalam sel-sel pada pinggir ulkus-ulkus usus, selaput otak dan syaraf mata, dan semua sel tubuh yang berinti. Toxoplasma dapat menyerang semua orang baik pria,wanita atau anak-anak. infeksi toksoplasma tidak menimbulkan gangguan berarti. Kondisinya yang selalu “tidur” memungkinkan hal itu., meski begitu parasit toksoplasma memiliki sifat oportunis. Jika daya tahan tubuh orang yang didiaminya kuat, adanya virus ini memang tidak mengakibatkan gangguan berarti. Barulah ketika daya tahan tubuh lemah, virus tokso akan menimbulkan bahaya. Itulah mengapa, infeksi tokso bisa muncul kapan saja. Juga, tak ada jaminan bahwa seseorang yang sudah divonis bebas tokso, tiga bulan lagi akan tetap bebas dari virus tersebut.[6]
Dalam organ semang toxoplasma biasanya bertempat di didalam paru-paru, hati, limpa, anak ginjal, Toxoplasma banyak dijumpai didalam sel-sel pada pinggir ulkus-ulkus usus, selaput otak dan syaraf mata, dan semua sel tubuh yang berinti. Toxoplasma dapat menyerang semua orang baik pria,wanita atau anak-anak. infeksi toksoplasma tidak menimbulkan gangguan berarti. Kondisinya yang selalu “tidur” memungkinkan hal itu., meski begitu parasit toksoplasma memiliki sifat oportunis. Jika daya tahan tubuh orang yang didiaminya kuat, adanya virus ini memang tidak mengakibatkan gangguan berarti. Barulah ketika daya tahan tubuh lemah, virus tokso akan menimbulkan bahaya. Itulah mengapa, infeksi tokso bisa muncul kapan saja. Juga, tak ada jaminan bahwa seseorang yang sudah divonis bebas tokso, tiga bulan lagi akan tetap bebas dari virus tersebut.[6]
Infeksi
transplasental pada manusia terjadi pada wanita hamil karena didalam tubuh
mereka terdapat trachyzoites yang membelah dengan cepat
beredar dalam darah mereka. Biasanya
pada infeksiprimer.Anak-anak terinfeksi karena menelan oocysts yang
mencemari “sandboxes”(kotak berisi pasir tempat bermain), halaman
tempat anak-anak bermain dimana ditempat-tempat itu kucing membuang kotoran.[5]
Pengaruh toksoplasmosis terhadap kehamilan
akan kita bahas lebih lanjut pada bab berikutnya.
BAB
II
ISI
EPIDEMIOLOGI
Sampai dengan sepertiga manusia dari penduduk
dunia diperkirakan membawa infeksi toksoplasma. The Centers for Disease Control
and Prevention mencatat bahwa secara keseluruhan angka kejadian di amerika
serikat sebagaimana ditetapkan dengan specimen yang dikumpulkan oleh National
Health and Nutritional Examinetion Survey (NHANES) antara tahun 1999 dan 2004 sampel probabilitas nasional menemukan bahwa
10,8 persen dari warga Amerika Serikat usia 6 – 49 tahun, dan 11 persen wanita
15- 44 tahun memiliki antibodi spesifik Toksoplasma IgG yang menunjukkan bahwa mereka telah terinfeksi dengan
organisme. Prevelensi ini telah turun secara signifikan dari NHANES III
(1988-1994).Diperkirakan
bahwa antara 30% dan 65% dari semua orang di seluruh dunia terinfeksi dengan
toksoplasmosis. Namun, ada variasi yang besar antara negara-negara: di
Perancis, misalnya, sekitar 88% dari populasi adalah pembawa, mun gkin karena tingginya konsumsi daging
mentah dan dimasak sebentar. Jerman, Belanda dan Brazil juga memiliki Prevalensi
tinggi sekitar 68%, lebih dari 80% dan 67% masing-masing. Di Britania sekitar 22% adalah operator, dan di Korea
Selatan adalah sekitar 4,3%.[5]
A University of California, studi Davis dari berang-berang
laut mati dikumpulkan 1998-2004 ditemukan toksoplasmosis yang merupakan
penyebab kematian 13% hewan. Jarak ke arus air tawar ke laut merupakan faktor
risiko utama.Menelan ookista dari kotoran kucing dianggap sebagai sumber utama
yang paling mungkin.Menurut sebuah artikel di New Scientist parasit telah
ditemukan pada lumba – lumba dan paus. Peneliti Hitam dan Massie
percaya bahwa ikan teri, yang perjalanan dari muara ke laut terbuka, mungkin
membantu untuk menyebarkan penyakit ini.[1]
Sedangkan di Indonesia penelitian sayogo
(1978) melaporkan bahwa dari 288 wanita hamil yang berkunjung ke rumah sakit
Dr. Cipto MAngunkusumo Jakarta angka kejadian seropositif terhadap toxoplasma
adalah 14,25%.Pada penelusuran selanjutnya terdapat 4 persalinan premature dan
1 kasus dengan kelainan congenital.[2]
TRANSMISI
Transmisi
dapat terjadi melalui:
Mengkonsumsi daging mentah atau dimasak setengah matang,
terutama daging babi, domba, atau daging rusa yang mengandung kista Toxoplasma. Prevalensi
infeksi di negara-negara di mana daging kurang matang secara tradisional
dimakan telah berhubungan dengan metode transmisi. Ookista
juga dapat tertelan masuk ke dalam
pencernaan selama kontak tangan ke mulut setelah memegang daging mentah, atau
menggunakan pisau, peralatan, atau talenan
yang terkontaminasi oleh daging mentah. [5]
Konsumsi makanan yang tercemar tinja kucing. Hal ini dapat terjadi melalui kontak tangan ke mulut diikuti oleh berkebun, membersihkan kotoran kandang kucing, kontak dengan sandpits anak-anak, atau menyentuh resapannya, dan dapat bertahan di lingkungan selama lebih dari setahun. Namun demikian, rentan terhadap suhu di atas 66 derajat Celsius (150 derajat Fahrenheit), dan dengan demikian dapat dibunuh dengan proses memasak menyeluruh, dan akan mati dalam freezer rumah tangga biasa selama 24 jam.[5]
Kucing mengekskresikan patogen dalam tinja mereka selama
beberapa minggu setelah tertular penyakit ini biasanya dengan makan suatu
binatang pengerat yang terinfeksi. Bahkan saat
itu, kotoran kucing umumnya tidak menular untuk hari pertama atau kedua setelah
ekskresi,setelah kista 'matang' dan menjadi patogen. Studi telah
menunjukkan bahwa hanya sekitar 2% dari kucing yang menularkan ookista pada
waktu yang sama, dan bahwa penularan ookista tidak terulang bahkan setelah
pemaparan berulang meskipun patogen telah terdeteksi pada bulu-bulu kucing,
belum ditemukan dalam bentuk yang menular, dan bentuk infeksi langsung dari
penanganan kucing umumnya diyakini sangat langka[5]
Manusia
juga dapat terinfeksi dengan parasit ini melalui transfusi darah,transplantasi
organ atau melalui tangan yang terkontaminasi misalnya pada petugas
laboratorium, perkebunan, dan peternakan.[2],[3]
Jauh lebih penting artinya penyakit ini bagi
janin dan bayi. Wanita hamil dengan toxoplasmosis mendadak atau menahun dapat menularkan penyakitnya
kepada janin yang dikandungnya. Bagaimana cara toksoplasma melintasi rintangan
plasenta, tidak diketahui.[2]
TANDA DAN GEJALA
Toksoplasmosis akut
Pada orang dewasa penyakit ini tidak
menunjukkna gejala – gejala yang jelas. Kadang – kadang hanya ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening leher disertai rasa nyeri, atau dapat pula
dijumpai pneumonia, polimiositis, miokarditis, dan limfangitis ( tergantung
organ tubuh yang diserang). Beratnya gejala klinik yang ditampilkan ditentukan
oleh ukuran atau besarnya inoculums, status imunitas pejamu,dan mungkin juga
ditentukan oleh perbedaan virulensi antara strain toxoplasmanya. Penyakit yang
berat akan dialami oleh penjamu dengan keadaan defisiensi imunologik seperti
penderita AIDS, penyakit keganasan, janin pada usia kehamilan kurang dari enam
bulan.[2],[7]
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa
seorang wanita yang dalam kurun
reproduksinya terjangkit toksoplasmosis dapat menghadapi resiko gangguan
imunitas yang dapat mempengaruhi fertilitasnya. Hal ini terjadi karena parasit
ini menyerang tiap sel berinti, termasuk sel gamet yang tentunya akan
menimbulkan kegagalan fertilisasi atau hancurnya zigot. Jacoeb ( 1990), dalam
penelitiannya faktor imunoendokrinologik dan seluler lingkungan mikro- zalir
peritoneal yang berperan pada infertilitas idiopatik wanita, mengemukakan pula
kaitan infeksi subklinik toksoplasma pada kasus – kasus yang ditelitinya.Hasil
penelitiannya menggambarkan bahwa toxoplasma IgG serum menunjukkan titer yang
tinggi pada kelompok infertilitas idiopatik.Selain itu terlihat juga bahwa dengan
pemeriksaan zalir peritoneal dapat ditasah adanya infeksi sub klinik
toxoplasma,dan sebagian besar terjadi bersamaan dengan endometriosis.[1]
Bila ibu hamil mengalami infeksi primer, mula
– mula akan terjadi parasitemia.infeksi primer pada bayi intrauterus diawali
dengan masuknya darah ibu yang mengandung parasit tersebut ke dalam plasenta,
sehingga terjadi keadaan plasentitis, yang terbukti dengan adanya gambaran
plasenta dengan reaksi inflamasi menahun pada desidua kapsularis dan
fokal reaksi pada vili. Inflamasi pada tali pusat jarang dijumpai. Kemudian
parasit ini akan menimbulkan keadaan patologik yang manifestasinya sangat
tergantung pada usia kehamilan.[1]
Infeksi pada wanita hamil dapat menyebabkan
keguguran, atau lahirnya bayi hidup dengan tanda– tanda penyakit. Risiko
infeksi pada janin meningkat seiring dendan durasi kehamilan, tetapi secara
keseluruhan angkanya mendekati 50 persen ( Wong dan Remington, 1994). Infeksi
pada janin lebih parah pada infeksi yang terjadi lebih awal, tetapi untungnya
infeksi yang terjadi pada awal kehamilan lebih jarang terjadi. Pada infeksi
pada trimester ke tiga , 60 persen bayi akan memperlihatkan tanda- tanda
infeksi perinatal. Sebaliknya 10 persen dari mereka yang terinfeksi pada
trimester pertama memperlihatkan toksoplasmosis congenital. Secara keseluruhan,
kurang dari seperempat neonates dengan toksoplasmosis congenital memperlihatkan
gejala klinis saat lahir.Namun kemudian sebagian besar sedikit banyak mengalami
sekuele infeksi. Saat lahir, Bayi yang terkena biasanya secara klinis
memperlihatkan tanda – tanda penyakit generalisata dengan berat lahir rendah,
hepatosplenomegali, ikterus, dan anemia. Sebagian terutama memperlihatkan
gejala neurologis disertai kejang dan kalsifikasi intracranial, retardasi mental,
dan hirosefalus atau mikrosefalus yang sulit dibedakan dengan eritroblastosis
fetalis. Hampir semua bayi yang terkena kemudian mengalami korioretinitis.Toksoplasmosis
congenital merupakan sindrom TORCH yang terberat.[1],[5]
toksoplasmosis
laten
Sebagian besar pasien yang
terinfeksi Toxoplasma gondii dan pembawa toksoplasmosis tidak
menyadarinya. Pada pasien
imunokompeten kebanyakan, infeksi memasuki fase laten, di mana hanya bradyzoites hadir, membentuk kista di saraf dan otot jaringan. Kebanyakan bayi yang terinfeksi saat di
rahim tidak memiliki gejala namun setelah lahir mungkin mengalami gejala di kemudian hari.[5]
toksoplasmosis Cornu
Meskipun jarang, lesi kulit
dapat terjadi dalam bentuk penyakit yang diakuisisi, termasuk roseola dan multiforme-seperti
letusan eritema, prurigo seperti
nodul-, urtikaria, dan lesi
maculopapular. Bayi yang baru
lahir mungkin memiliki makula
punktata, ekimosis, atau
"blueberry muffin" lesi. Diagnosis
toksoplasmosis kutan berdasarkan bentuk tachyzoite dari Toksolpasma gondii yang ditemukan dalam epidermis. Hal ini ditemukan di semua tingkatan epidermis adalah sekitar 6 μm dengan 2
μm, berbentuk busur, inti menjadi satu-sepertiga dari ukurannya. Hal ini dapat diidentifikasi dengan
mikroskop elektron atau dengan Giemsa pewarnaan jaringan di mana sitoplasma
menunjukkan biru, merah inti[5]
DIAGNOSA
Diagnosis Toksoplasmosis pada orang dewasa
sangat sulit karena penyakit itu biasanya tidak disertai gejala – geala.
Kecurigaan baru timbul setelah anak lahir dengan gejala- gejala hidrosefalus,
mikrosefalus, anensefalus, meningo-ensefalomeilitis dengan perkapran-
perkapuran di otak, karioretinitis, iridosiklisis, atrofi nervi optisi, iritis,
dan nistagmus. Cairan ventrikel otak
yang diperoleh dengan pungsi sering mengandung toksoplasma. Pemeriksaan
laboratorium serologik merupakan cara diagnosis yang banyak dipakai pada saat
ini. Beberaa cara yang lazim adalah ELIZA, hemaglutinasi, imunofluoresensi indirek dan uji pewarnaan menurut Sabin-
Feldman.[2]
Di beberapa negara Eropa penapisan pranatal
dilakukan secara rutin. Walaupum demikian, suatu komite multidisiplin dari
Royal College of obstetricians ang Gynecologists (1992) tidak menganjurkan
penapisan pranatal universal di Ingris. American College of Obstetricians
and Gynecologists (2000) tidak menganjurkan penapisan rutin kecuali untuk
wanita dengan infeksi HIV.[1]
Apabila
sudah ditemukan antibodi IgG anti toksoplasma sebelum kehamilan, wanita
yang bersangkutan tidak berisiko memiliki janin yang terinfeksi secara kongenital. Namun pada sebagian
besar kasus pemeriksaan serologis belum dilakukan sampai wanita yang
bersangkutan hamil. Apabila terdapat antibodi dengan titer rendah, yang
biasanya diperiksa dengan uji pewarna Sabin Feldman atau fluorsensi tidak
langsung pada enzyme- linked immunosorbent assay, kemungkinan wanita yang
bersangkutan sudah memiliki imunitas dari infeksi sebelumnya. Antibodi tersebut
mungkin juga IgM dari infeksi yang baru terjadi, walaupum IgM dapat menetap
selama bertahun – tahun (Freij dan sever, 1996: Wong dan Remington,1994).
Centre for Disease Control and prevention menganjurkan bahwa semua sampel IgM-
ositif dipastikan oleh laboratorium rujukan (Lopez dkk.,2000).[1]
Konfirmasi paling akurat
untuk infeksi akut adalah peningkatan titer IgG
dalam dua sampel serum terpisahtetapi diperiksa secara bersamaan. Titer
yang sangat tinggi , yaiyu lebh dari 1:512, besar kemungkinan menunjukkan
penyakit yang baru- baru ini terjadi atau sedang berlangsung. Sever dkk.(1988)
melaporkan meningkatnya mikrosefalus, ketulian dan retardasi mental pada anak
yang lahir dari wanita d ngan titer
1:256 atau lebih.[1]
Telah dikembangkan suatu
pemeriksaan menggunakan reaksi rantai polimerase yang memiliki spesifitas dan
sensitivitas tinggi (holfeld dkk.,1994). Teknik ini memungkinkan kita
menegakkan diagnosis pranatal dalam satu hari dengan memeriksa cairan
amnion.Teknik ini juga dapat digunakan untuk membuktikan infeksi janin sebelum usia gestasi 20 minggu.
Dalam sebuah studi multisentra terhadap 122 wanita dari enam European
Toxoplasma reaksi rantai polimerase terhadap cairan amnion memiliki
sensitivitas 81 persen dan spesifisitas 96 persen.[1]
PENATALAKSANAAN
Toksoplasma pada seorang
ibu hamil dengan daya tahan tubuh yang baik, agaknya tidak membutuhkan
penanganan yang khusus.Ia tidak perlu diisolasi dari lingkungannya, karena
hanya akan menularkan penyakitnya kepada janin dalam kandungannya. Pengobatan
yang diberikan lebi banyak bertujuan
untuk menurunkan risiko infeksi terhadap janin.[2]
Adapun obat yang
diberikan adalah pirimetamin oral 25 mg sehari bersama dengan sulfadiazin oral
1 gram sehari selama 28 hari.Bersama dengan itu diberikan juga asam folat 6 mg
IM atau oral 3 x seminggu untuk
menghindari efek toksik pirimetamin
terhadap sistem hematologik. Selama pengobatan, dilakukan pemeriksaan darah
tepi 2 x seminggu. Pemberian pirimetamin tidak dianjurkan pada kehamilan
trimester pertama, sedangkan sulfadiazin harus dicegah pemberiannya pada
kehamilan aterm. Beberapa negara menggunakan juga spiramisin untuk pengobatan
toksoplasmosis dengan dosis pemakaian 3 gram sehari selama tiga minggu,
diulangi dengan interval 2 minggu hingga kehamilan aterm. Kadang – kadang perlu
juga diberi kortikosteroid, misalnya prednison 1-2 mg/kgbb/hari oral, diberi
dua kali sehari selama masa peradangan, kemudian dosis dapat diturunkan.[2]
Kepustakaan menyebutkan
juga bahwa ibu dengan seropositif sebelum kehamilan tidak memerlukan pengobatan
seperti tersebut diatas.[2]
Daffos dkk. (1988)
mengambil sampel cairan amnion dan darah janin
dengan kordosentesis dari 746
wanita Perancis yang terbukti terinfeksi sampi usia kehamilan 25 minggu.
Infeksi pada ibu didiagnosis dengan antibodi IgM spesifik toksoplasma. Semua
wanita yang dianggap terinfeksi diterapi dengan spiramisin, 3 gram perhari
sepanjang kehamilan. Dari 42 (6 persen) janin yang terbukti ternfeksi, 39 sudah
terinfeksi sebelum terapi karena pada kordosintesis dijumpai antibodi IgM
spesifik. Bagi para wanita ini , kedalam regimen spiramisin
ditambahkan pirimetamin dan sulfadoksin atau sulfadiazin.[1]
Foulon dkk. (1990)
melaporkan insiden toksoplasmosis
kongenital sebesar 12 persen dari 50 wanita Belgia yang terinfeksi
sebelum pertengahan kehamilan. Mereka menyimpulkan bahwa penapisan serologis
dengan diagnosis janin invasiv adalah aman dan dapat dilaksanakan. Foulon
dkk.(1990) melaporkan satu kasus yang diagnosis pranatalnya dipastikan dengan
biakan jaringan dari biopsi vilus korionik. Hohfeld dkk.(1994) memperlihatkan
bahwa dengan menggunakan reaksi rantai polimerase pada cairan amnion, resiko
infeksi pada janin adalah 7,4 persen. Nilai prediksi negatif dari pemeriksaan
ini adalah 99,7 persen. Berrebi dkk.(1994) meneliti 163 wanita dengan
toksoplasmosis akut sebelum usia gestasi 26 minggu. Semua diterapi dengan
spiramisin dan sebagian juga diberi pirimetamin dan sulfadiazin. Sebanyak 27
dari 162 bayi lahir hidup yang terbukti terinfeksi secara kongenital
memperlihatkan perkembangan normal pada usia 15 sampai 71 bulan. Pratlong
dkk.(1996) melaporkan bahwa pemeriksaan ultrasonografi dan pengambilan sampel
darah janin ntuk IgM , IgA dan penanda-penandanon spsifik secara antenatal 77
persen efektif untuk mendiagnosa infeksi pada janin.[1]
Guerina dkk.(1994)
menapis 635.000 bayi yang lahir di Massachusetts dan New Hampshire. Dari 100 diantaranya ,
darah tali pusat positif untuk antibidi IgM tksoplasma. Infeksi kongenital
dipasikan pada 52, dan terapi diberikan pada satu tahun. Walaupun tidak
terbukti , terdapat pendapat bahwa terapi dini dapat mengurangi sekuele jangka
panjang.[1]
Dari kajian terhadap
penelitian – penelitian toksoplasma pada kehamilan, walon dkk.(1996)
menyimpulkan bahwa efektivitas terapi
antenatal dalam mengurangi toksoplasmosis kongenital belum jelas. Foulon
dkk.(!999), dalam sebuah studi terhadap 144 wanita dari lima sentra rujukan,
menyimplkan bahwa anibiotik antenatal tidak mengurangi angka penularan ibu ke
janin, tetapi mengurangi sekuele infeksi.selain itu semakin dini antibiotik
diberikan , semakin kecil kemungkinan terjadinya sekuele.[1]
Tindakan aborsi
dilaksanakan dibeberapa negara bila ibu dengan kehamilan muda terserang
toksoplasmosis akut. Secara universal belum ada kesepakatan mengenai hal ini. Di perancis misalnya, bila
seorang ibu dengan kehamilan muda menderita toksoplasmosis maka ia akan
dinyatakan sembuh dan dapat hamil lagi.[2]
Ibu hamil yang menderita
toksoplasmosis seyogyanya dilakukan
pemeriksaan Ultrasosografi (USG) untuk memantau kelainan janin.[2]
Dalam masa laktasi, bayi
tidak perlu dikawatirkan tertular
toksoplasma melalui ASI. Oleh karena itu ASI dapat tetap diberikan. [2]
PENCEGAHAN
Berdasarkan berbagai risiko toksoplasmosis
terhadap kesehatan reproduksi, pencegahan merupakan langkah yang terbaik untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit ini.Secara umum pencegahan
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
:
1.
Jangan
makan danging mentah
2.
Tinja
kucing dibakar atau diberi zat antiseptic
3.
Mencegah
kontaminasi makanan terhadap lalat dan kecoa
4.
Mencuci
tangan sebelum makan dan setelelah memegang daging mentah. Bila berkebun
sebaiknya menggunakan sarung tangan.[2]
Bagi wanita prakonsepsi di Negara – Negara
maju, khususnya pada daerah di mana
terdapat kejadian toksoplasmosis yang tinggi, pencegahan terhadap kehamilan
dilakukan bila hasil pemeriksaan serologi toxoplasma positif. Mereka boleh
hamil jika diyakini tidak ada infeksi[2]
BAB
III
PENUTUP
Toksoplasmosis adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh toksoplasma gondii. Toksoplasma gondii biasanya diderita oleh
binatang herbivore, karnivora, omnivore termasuk mamalia dan burung. Hospes
definitif dari Toksoplasma gondii adalah kucing dan hewan
sejenis kucing lainnya yang mendapatkan infeksi karena kucing memakan mamalia
(terutama rodentia ) atau burung yang terinfeksi Hospes perantara dari T. gondii antara
lain biri-biri, kambing, binatang pengerat, sapi, babi, ayam, dan burung. Di
alam terbuka, telur parasit toksoplasma dapat bertahan sampai berbulan-bulan,
terutama di tanah yang lembap. Didalam tubuh perantara,Virus
toxoplasma dapat mati dalam pemanasan,pengeringan dan pembekuan.oleh karena itu
disarankan daging dimasak minimal di suhu 67oC. Toxoplasma dapat mati jika induk semang atau
perantaranya juga mati. Manusia juga dapat terinfeksi dengan parasit ini
melalui transfusi darah,transplantasi organ atau melalui tangan yang
terkontaminasi misalnya pada petugas laboratorium, perkebunan, peternakan dan
lain- lain.
Pada orang dewasa penyakit ini tidak
menunjukkna gejala – gejala yang jelas. Kadang – kadang hanya ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening leher disertai rasa nyeri, atau dapat pula
dijumpai pneumonia, polimiositis, miokarditis, dan limfangitis ( tergantung
organ tubuh yang diserang). Kecurigaan baru timbul setelah anak lahir dengan
gejala- gejala hidrosefalus, mikrosefalus, anensefalus,
meningo-ensefalomeilitis dengan perkapran- perkapuran di otak, karioretinitis, iridosiklisis,
atrofi nervi optisi, iritis, dan nistagmus.
Cairan ventrikel otak
yang diperoleh dengan pungsi sering mengandung toksoplasma. Pemeriksaan
laboratorium serologik merupakan cara diagnosis yang banyak dipakai pada saat
ini. Beberaa cara yang lazim adalah ELIZA, hemaglutinasi, imunofluoresensi indirek dan uji pewarnaan menurut Sabin-
Feldman. Konfirmasi paling akurat untuk infeksi akutadalah peningkatan titer
IgG dalam dua sampel serum
terpisahtetapi diperiksa secara bersamaan. Telah dikembangkan suatu pemeriksaan
menggunakan reaksi rantai polimerase yang memiliki spesifitas dan sensitivitas
tinggi
Toksoplasma pada seorang
ibu hamil dengan daya tahan tubuh yang baik, agaknya tidak membutuhkan
penanganan yang khusus.Ia tidak perlu diisolasi dari lingkungannya, karena
hanya akan menularkan penyakitnya kepada janin dalam kandungannya. Pengobatan
yang diberikan lebi banyak bertujuan
untuk menurunkan risiko infeksi terhadap janin. anibiotik antenatal tidak mengurangi
angka penularan ibu ke janin, tetapi mengurangi sekuele infeksi.selain itu
semakin dini antibiotik diberikan , semakin kecil kemungkinan terjadinya
sekuele.
Ibu hamil yang menderita
toksoplasmosis seyogyanya dilakukan
pemeriksaan Ultrasosografi (USG) untuk memantau kelainan janin.
Dalam masa laktasi, bayi
tidak perlu dikawatirkan tertular
toksoplasma melalui ASI. Oleh karena itu ASI dapat tetap diberikan.
Berdasarkan berbagai risiko toksoplasmosis
terhadap kesehatan reproduksi, pencegahan merupakan langkah yang terbaik untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit ini.
.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Cunningham, Gary F., Gant, Norman F, dkk. Obstetri Williams Vol.2, Ed: 21. EGC:
Jakarta. 2004.
2. Wiknjosastro, Hanifa, dkk. Ilmu Kebidanan.
Ed:3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta. 2007.
3.
Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan & Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC: Jakarta. 1998.
4. Bag.
Obstetri dan Ginekologi Fak. Kedokteran Unpad Bandung. Obstetri Patologi.
Elstar Offset: Bandung. 1984.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar