• ||KONSULTASI KESEHATAN - WANITA||HAID||STRES||ANYANG"​||KESUBURAN||BUMIL||HEPATITIS||HIV-AIDS||

Sabtu, 22 Juni 2013

BAB I
PENDAHULUAN

Toksoplasmosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh toksoplasma gondii. Toxoplasma adalah parasit protozoa bersel tunggal penyebab toksoplasma. Virus ini pertama kali ditemukan dalam hewan pengerat di Afrika Utara yang disebut gondii oleh Charles Nicolle dan lonis Manceaux di Laboratorium Institut Pasteur di Tunisia pada tahun 1908. Makanya di dunia medis lebih dikenal dengan sebutan toksoplasma gondii. [4],[6]

Description: http://discovermagazine.com/2007/feb/toxoplasma-gondii-culture-sex-ratio/toxo-200.jpg

Toksoplasma gondii dapat dibedakan dalam 3 bentuk:
1.Oosit yang merupakan hasil perkawinan mikrogamat dan mikrogamet yang terjadi dalam usus kucing.Oosit diekskresi bersama tinja dan berada dalam tanah, tumbuhan, atau sayuran.
2. Trofozoid (takhizoit), timbul kalau oosit termakan  binatang atau manusia kemudian pecah menjadi bentuk trofozoid yang sangat infektif. Trofozoit memperbanyak diri dengan cara aseksual (pembelahan) mengakibatkan parasitemia dan menyerang berbagai organ.
3. Kista. Disebut juga dengan vase tidur/istirahat dari virus ini biasanya berada dalam organ yang dapat bertahan hidup sepanjang kehidupan induk semangnya. [6]

Toksoplasma gondii dan biasanya diderita oleh binatang herbivore, karnivora, omnivore termasuk mamalia dan burung. Hospes definitif dari Toksoplasma gondii adalah kucing dan hewan sejenis kucing lainnya yang mendapatkan infeksi karena kucing memakan mamalia (terutama rodentia ) atau  burung yang terinfeksi Hospes perantara  dari toksoplasma. gondii antara lain biri-biri, kambing, binatang pengerat, sapi, babi, ayam, dan burung. Semua binatang tersebut dapat mengandung stadium infektif (cystozoiteatau bradizoite) dari t. gondii yang membentuk kista dalam jaringan terutama jaringan otot dan otak. Kista jaringan dapat hidup dalam jangka waktu panjang kemungkinan seumur hidup binatang tersebut. Tidak langsung ditularkan dari seseorang kepada orang lain kecuali in utero. Oocysts pada kucing akan membentuk spora dan menjadi infektif dalam 1 sampai 5 hari dan tetap infektif pada air dan tanah basah lebih dari satu tahun. Kista pada daging hewan yang terinfeksi bertahan dan tetap infektif selama daging itu Infeksi bisa terjadi karena mengkonsumsi daging mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna (daging babi, daging kambing dan jarang daging sapi) dimana didalam daging tersebut mengandung kista. [2],[5]

Description: http://www.atlas.or.kr/image/atlas/l_Toxoplasma-gondii.gif
 Di alam terbuka, telur parasit toksoplasma dapat bertahan sampai berbulan-bulan, terutama di tanah yang lembap. Didalam tubuh perantara,Virus toxoplasma dapat mati dalam pemanasan,pengeringan dan pembekuan.oleh karena itu disarankan daging dimasak minimal di suhu 67oC. Toxoplasma  dapat mati jika induk semang atau perantaranya juga mati
Dalam organ semang toxoplasma biasanya bertempat di didalam paru-paru, hati, limpa, anak ginjal, Toxoplasma banyak dijumpai didalam sel-sel pada pinggir ulkus-ulkus usus, selaput otak dan syaraf  mata, dan semua sel tubuh yang berinti. Toxoplasma dapat menyerang semua orang baik pria,wanita atau anak-anak. infeksi toksoplasma tidak menimbulkan gangguan berarti. Kondisinya yang selalu “tidur” memungkinkan hal itu., meski begitu parasit toksoplasma  memiliki sifat oportunis. Jika daya tahan tubuh orang yang didiaminya kuat, adanya virus ini memang tidak mengakibatkan gangguan berarti. Barulah ketika daya tahan tubuh lemah, virus tokso akan menimbulkan bahaya. Itulah mengapa, infeksi tokso bisa muncul kapan saja. Juga, tak ada jaminan bahwa seseorang yang sudah divonis bebas tokso, tiga bulan lagi akan tetap bebas dari virus tersebut.[6]
Infeksi transplasental pada manusia terjadi pada wanita hamil karena didalam tubuh mereka terdapat trachyzoites yang membelah dengan cepat beredar dalam darah  mereka. Biasanya pada infeksiprimer.Anak-anak terinfeksi karena menelan oocysts yang mencemari “sandboxes”(kotak berisi pasir tempat bermain), halaman tempat anak-anak bermain dimana ditempat-tempat itu kucing membuang kotoran.[5] 
 Pengaruh toksoplasmosis terhadap kehamilan akan kita bahas lebih lanjut pada bab berikutnya.
















BAB II
ISI

EPIDEMIOLOGI
Sampai dengan sepertiga manusia dari penduduk dunia diperkirakan membawa infeksi toksoplasma. The Centers for Disease Control and Prevention mencatat bahwa secara keseluruhan angka kejadian di amerika serikat sebagaimana ditetapkan dengan specimen yang dikumpulkan oleh National Health and Nutritional Examinetion Survey (NHANES) antara tahun 1999 dan 2004  sampel probabilitas nasional menemukan bahwa 10,8 persen dari warga Amerika Serikat usia 6 – 49 tahun, dan 11 persen wanita 15- 44 tahun memiliki antibodi spesifik Toksoplasma IgG yang menunjukkan  bahwa mereka telah terinfeksi dengan organisme. Prevelensi ini telah turun secara signifikan dari NHANES III (1988-1994).Diperkirakan bahwa antara 30% dan 65% dari semua orang di seluruh dunia terinfeksi dengan toksoplasmosis. Namun, ada variasi yang besar antara negara-negara: di Perancis, misalnya, sekitar 88% dari populasi adalah pembawa, mun gkin karena tingginya konsumsi daging mentah dan dimasak sebentar. Jerman, Belanda dan Brazil juga memiliki Prevalensi tinggi sekitar 68%, lebih dari 80% dan 67% masing-masing. Di Britania sekitar 22% adalah operator, dan di Korea Selatan adalah sekitar 4,3%.[5]
A University of California, studi Davis dari berang-berang laut mati dikumpulkan 1998-2004 ditemukan toksoplasmosis yang merupakan penyebab kematian 13% hewan. Jarak ke arus air tawar ke laut merupakan faktor risiko utama.Menelan ookista dari kotoran kucing dianggap sebagai sumber utama yang paling mungkin.Menurut sebuah artikel di New Scientist parasit telah ditemukan pada lumba – lumba dan paus.  Peneliti Hitam dan Massie percaya bahwa ikan teri, yang perjalanan dari muara ke laut terbuka, mungkin membantu untuk menyebarkan penyakit ini.[1]
Description: http://www.eurosurveillance.org/images/dynamic/EE/V13N15/080410_FIGURE_Eurotoxo.jpg

Sedangkan di Indonesia penelitian sayogo (1978) melaporkan bahwa dari 288 wanita hamil yang berkunjung ke rumah sakit Dr. Cipto MAngunkusumo Jakarta angka kejadian seropositif terhadap toxoplasma adalah 14,25%.Pada penelusuran selanjutnya terdapat 4 persalinan premature dan 1 kasus dengan kelainan congenital.[2]

TRANSMISI

Transmisi dapat terjadi melalui:
Mengkonsumsi daging mentah atau dimasak setengah matang, terutama daging babi, domba, atau daging rusa yang mengandung kista Toxoplasma. Prevalensi infeksi di negara-negara di mana daging kurang matang secara tradisional dimakan telah berhubungan dengan metode transmisi. Ookista juga dapat tertelan masuk  ke dalam pencernaan selama kontak tangan ke mulut setelah memegang daging mentah, atau menggunakan pisau, peralatan, atau talenan  yang terkontaminasi oleh daging mentah. [5]

Konsumsi makanan yang tercemar tinja kucing. Hal ini dapat terjadi melalui kontak tangan ke mulut diikuti oleh berkebun, membersihkan kotoran kandang kucing, kontak dengan sandpits anak-anak, atau menyentuh resapannya, dan dapat bertahan di lingkungan selama lebih dari setahun. Namun demikian, rentan terhadap suhu di atas 66 derajat Celsius (150 derajat Fahrenheit), dan dengan demikian dapat dibunuh dengan proses memasak menyeluruh, dan akan mati dalam freezer rumah tangga biasa selama 24 jam.[5]
Description: http://www.dinkes-diy.org/news/images/Toxoplasma.jpg




Kucing mengekskresikan patogen dalam tinja mereka selama beberapa minggu setelah tertular penyakit ini biasanya dengan makan suatu binatang pengerat yang terinfeksi. Bahkan saat itu, kotoran kucing umumnya tidak menular untuk hari pertama atau kedua setelah ekskresi,setelah kista 'matang' dan menjadi patogen. Studi telah menunjukkan bahwa hanya sekitar 2% dari kucing yang menularkan ookista pada waktu yang sama, dan bahwa penularan ookista tidak terulang bahkan setelah pemaparan berulang meskipun patogen telah terdeteksi pada bulu-bulu kucing, belum ditemukan dalam bentuk yang menular, dan bentuk infeksi langsung dari penanganan kucing umumnya diyakini sangat langka[5]

Manusia juga dapat terinfeksi dengan parasit ini melalui transfusi darah,transplantasi organ atau melalui tangan yang terkontaminasi misalnya pada petugas laboratorium, perkebunan, dan peternakan.[2],[3]
Jauh lebih penting artinya penyakit ini bagi janin dan bayi. Wanita hamil dengan toxoplasmosis mendadak  atau menahun dapat menularkan penyakitnya kepada janin yang dikandungnya. Bagaimana cara toksoplasma melintasi rintangan plasenta, tidak diketahui.[2]

TANDA DAN GEJALA
Toksoplasmosis akut
Pada orang dewasa penyakit ini tidak menunjukkna gejala – gejala yang jelas. Kadang – kadang hanya ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher disertai rasa nyeri, atau dapat pula dijumpai pneumonia, polimiositis, miokarditis, dan limfangitis ( tergantung organ tubuh yang diserang). Beratnya gejala klinik yang ditampilkan ditentukan oleh ukuran atau besarnya inoculums, status imunitas pejamu,dan mungkin juga ditentukan oleh perbedaan virulensi antara strain toxoplasmanya. Penyakit yang berat akan dialami oleh penjamu dengan keadaan defisiensi imunologik seperti penderita AIDS, penyakit keganasan, janin pada usia kehamilan kurang dari enam bulan.[2],[7]
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa seorang wanita yang dalam    kurun reproduksinya terjangkit toksoplasmosis dapat menghadapi resiko gangguan imunitas yang dapat mempengaruhi fertilitasnya. Hal ini terjadi karena parasit ini menyerang tiap sel berinti, termasuk sel gamet yang tentunya akan menimbulkan kegagalan fertilisasi atau hancurnya zigot. Jacoeb ( 1990), dalam penelitiannya faktor imunoendokrinologik dan seluler lingkungan mikro- zalir peritoneal yang berperan pada infertilitas idiopatik wanita, mengemukakan pula kaitan infeksi subklinik toksoplasma pada kasus – kasus yang ditelitinya.Hasil penelitiannya menggambarkan bahwa toxoplasma IgG serum menunjukkan titer yang tinggi pada kelompok infertilitas idiopatik.Selain itu terlihat juga bahwa dengan pemeriksaan zalir peritoneal dapat ditasah adanya infeksi sub klinik toxoplasma,dan sebagian besar terjadi bersamaan dengan endometriosis.[1]

Description: http://medicalimages.allrefer.com/large/congenital-toxoplasmosis.jpg

Bila ibu hamil mengalami infeksi primer, mula – mula akan terjadi parasitemia.infeksi primer pada bayi intrauterus diawali dengan masuknya darah ibu yang mengandung parasit tersebut ke dalam plasenta, sehingga terjadi keadaan plasentitis, yang terbukti dengan adanya  gambaran  plasenta dengan reaksi inflamasi menahun pada desidua kapsularis dan fokal reaksi pada vili. Inflamasi pada tali pusat jarang dijumpai. Kemudian parasit ini akan menimbulkan keadaan patologik yang manifestasinya sangat tergantung pada usia kehamilan.[1]
Infeksi pada wanita hamil dapat menyebabkan keguguran, atau lahirnya bayi hidup dengan tanda– tanda penyakit. Risiko infeksi pada janin meningkat seiring dendan durasi kehamilan, tetapi secara keseluruhan angkanya mendekati 50 persen ( Wong dan Remington, 1994). Infeksi pada janin lebih parah pada infeksi yang terjadi lebih awal, tetapi untungnya infeksi yang terjadi pada awal kehamilan lebih jarang terjadi. Pada infeksi pada trimester ke tiga , 60 persen bayi akan memperlihatkan tanda- tanda infeksi perinatal. Sebaliknya 10 persen dari mereka yang terinfeksi pada trimester pertama memperlihatkan toksoplasmosis congenital. Secara keseluruhan, kurang dari seperempat neonates dengan toksoplasmosis congenital memperlihatkan gejala klinis saat lahir.Namun kemudian sebagian besar sedikit banyak mengalami sekuele infeksi. Saat lahir, Bayi yang terkena biasanya secara klinis memperlihatkan tanda – tanda penyakit generalisata dengan berat lahir rendah, hepatosplenomegali, ikterus, dan anemia. Sebagian terutama memperlihatkan gejala neurologis disertai kejang dan kalsifikasi intracranial, retardasi mental, dan hirosefalus atau mikrosefalus yang sulit dibedakan dengan eritroblastosis fetalis. Hampir semua bayi yang terkena kemudian mengalami korioretinitis.Toksoplasmosis congenital merupakan sindrom TORCH yang terberat.[1],[5]

toksoplasmosis laten

Sebagian besar pasien yang terinfeksi Toxoplasma gondii dan pembawa toksoplasmosis tidak menyadarinya. Pada pasien imunokompeten kebanyakan, infeksi memasuki fase laten, di mana hanya bradyzoites  hadir, membentuk kista di saraf dan otot jaringan. Kebanyakan bayi yang terinfeksi saat di rahim tidak memiliki gejala namun setelah lahir  mungkin mengalami gejala di kemudian hari.[5]

toksoplasmosis Cornu
Meskipun jarang, lesi kulit dapat terjadi dalam bentuk penyakit yang diakuisisi, termasuk roseola dan multiforme-seperti letusan eritema, prurigo seperti nodul-, urtikaria, dan lesi maculopapular. Bayi yang baru lahir mungkin memiliki makula punktata, ekimosis, atau "blueberry muffin" lesi. Diagnosis toksoplasmosis kutan berdasarkan bentuk tachyzoite dari Toksolpasma gondii yang ditemukan dalam epidermis. Hal ini ditemukan di semua tingkatan epidermis adalah sekitar 6 μm dengan 2 μm, berbentuk busur, inti menjadi satu-sepertiga dari ukurannya. Hal ini dapat diidentifikasi dengan mikroskop elektron atau dengan Giemsa pewarnaan jaringan di mana sitoplasma menunjukkan biru, merah inti[5]
DIAGNOSA
Diagnosis Toksoplasmosis pada orang dewasa sangat sulit karena penyakit itu biasanya tidak disertai gejala – geala. Kecurigaan baru timbul setelah anak lahir dengan gejala- gejala hidrosefalus, mikrosefalus, anensefalus, meningo-ensefalomeilitis dengan perkapran- perkapuran di otak, karioretinitis, iridosiklisis, atrofi nervi optisi, iritis, dan nistagmus.  Cairan ventrikel otak yang diperoleh dengan pungsi sering mengandung toksoplasma. Pemeriksaan laboratorium serologik merupakan cara diagnosis yang banyak dipakai pada saat ini. Beberaa cara yang lazim adalah ELIZA, hemaglutinasi, imunofluoresensi  indirek dan uji pewarnaan menurut Sabin- Feldman.[2]
Description: http://pds12.egloos.com/pds/200903/24/32/b0051932_49c82fe6039f2.jpg

Di  beberapa negara Eropa penapisan pranatal dilakukan secara rutin. Walaupum demikian, suatu komite multidisiplin dari Royal College of obstetricians ang Gynecologists (1992) tidak menganjurkan penapisan pranatal universal di Ingris. American College of  Obstetricians and Gynecologists (2000) tidak menganjurkan penapisan rutin kecuali untuk wanita dengan infeksi HIV.[1]
Apabila  sudah ditemukan antibodi IgG anti toksoplasma sebelum kehamilan, wanita yang bersangkutan tidak berisiko memiliki janin yang  terinfeksi secara kongenital. Namun pada sebagian besar kasus pemeriksaan serologis belum dilakukan sampai wanita yang bersangkutan hamil. Apabila terdapat antibodi dengan titer rendah, yang biasanya diperiksa dengan uji pewarna Sabin Feldman atau fluorsensi tidak langsung pada enzyme- linked immunosorbent assay, kemungkinan wanita yang bersangkutan sudah memiliki imunitas dari infeksi sebelumnya. Antibodi tersebut mungkin juga IgM dari infeksi yang baru terjadi, walaupum IgM dapat menetap selama bertahun – tahun (Freij dan sever, 1996: Wong dan Remington,1994). Centre for Disease Control and prevention menganjurkan bahwa semua sampel IgM- ositif dipastikan oleh laboratorium rujukan (Lopez dkk.,2000).[1]
Konfirmasi paling akurat untuk infeksi akut adalah peningkatan titer IgG  dalam dua sampel serum terpisahtetapi diperiksa secara bersamaan. Titer yang sangat tinggi , yaiyu lebh dari 1:512, besar kemungkinan menunjukkan penyakit yang baru- baru ini terjadi atau sedang berlangsung. Sever dkk.(1988) melaporkan meningkatnya mikrosefalus, ketulian dan retardasi mental pada anak yang lahir dari wanita d  ngan titer 1:256 atau lebih.[1]
Telah dikembangkan suatu pemeriksaan menggunakan reaksi rantai polimerase yang memiliki spesifitas dan sensitivitas tinggi (holfeld dkk.,1994). Teknik ini memungkinkan kita menegakkan diagnosis pranatal dalam satu hari dengan memeriksa cairan amnion.Teknik ini juga dapat digunakan untuk membuktikan  infeksi janin sebelum usia gestasi 20 minggu. Dalam sebuah studi multisentra terhadap 122 wanita dari enam European Toxoplasma reaksi rantai polimerase terhadap cairan amnion memiliki sensitivitas 81 persen dan spesifisitas 96 persen.[1]




PENATALAKSANAAN
Toksoplasma pada seorang ibu hamil dengan daya tahan tubuh yang baik, agaknya tidak membutuhkan penanganan yang khusus.Ia tidak perlu diisolasi dari lingkungannya, karena hanya akan menularkan penyakitnya kepada janin dalam kandungannya. Pengobatan yang diberikan lebi banyak  bertujuan untuk menurunkan risiko infeksi terhadap janin.[2]
Adapun obat yang diberikan adalah pirimetamin oral 25 mg sehari bersama dengan sulfadiazin oral 1 gram sehari selama 28 hari.Bersama dengan itu diberikan juga asam folat 6 mg IM atau oral    3 x seminggu untuk menghindari efek toksik  pirimetamin terhadap sistem hematologik. Selama pengobatan, dilakukan pemeriksaan darah tepi 2 x seminggu. Pemberian pirimetamin tidak dianjurkan pada kehamilan trimester pertama, sedangkan sulfadiazin harus dicegah pemberiannya pada kehamilan aterm. Beberapa negara menggunakan juga spiramisin untuk pengobatan toksoplasmosis dengan dosis pemakaian 3 gram sehari selama tiga minggu, diulangi dengan interval 2 minggu hingga kehamilan aterm. Kadang – kadang perlu juga diberi kortikosteroid, misalnya prednison 1-2 mg/kgbb/hari oral, diberi dua kali sehari selama masa peradangan, kemudian dosis dapat diturunkan.[2]
Kepustakaan menyebutkan juga bahwa ibu dengan seropositif sebelum kehamilan tidak memerlukan pengobatan seperti tersebut diatas.[2]
Daffos dkk. (1988) mengambil sampel cairan amnion dan darah janin  dengan kordosentesis  dari 746 wanita Perancis yang terbukti terinfeksi sampi usia kehamilan 25 minggu. Infeksi pada ibu didiagnosis dengan antibodi IgM spesifik toksoplasma. Semua wanita yang dianggap terinfeksi diterapi dengan spiramisin, 3 gram perhari sepanjang kehamilan. Dari 42 (6 persen) janin yang terbukti ternfeksi, 39 sudah terinfeksi sebelum terapi karena pada kordosintesis dijumpai antibodi IgM spesifik. Bagi para wanita ini , kedalam regimen spiramisin ditambahkan pirimetamin dan sulfadoksin atau sulfadiazin.[1]
Foulon dkk. (1990) melaporkan insiden toksoplasmosis  kongenital sebesar 12 persen dari 50 wanita Belgia yang terinfeksi sebelum pertengahan kehamilan. Mereka menyimpulkan bahwa penapisan serologis dengan diagnosis janin invasiv adalah aman dan dapat dilaksanakan. Foulon dkk.(1990) melaporkan satu kasus yang diagnosis pranatalnya dipastikan dengan biakan jaringan dari biopsi vilus korionik. Hohfeld dkk.(1994) memperlihatkan bahwa dengan menggunakan reaksi rantai polimerase pada cairan amnion, resiko infeksi pada janin adalah 7,4 persen. Nilai prediksi negatif dari pemeriksaan ini adalah 99,7 persen. Berrebi dkk.(1994) meneliti 163 wanita dengan toksoplasmosis akut sebelum usia gestasi 26 minggu. Semua diterapi dengan spiramisin dan sebagian juga diberi pirimetamin dan sulfadiazin. Sebanyak 27 dari 162 bayi lahir hidup yang terbukti terinfeksi secara kongenital memperlihatkan perkembangan normal pada usia 15 sampai 71 bulan. Pratlong dkk.(1996) melaporkan bahwa pemeriksaan ultrasonografi dan pengambilan sampel darah janin ntuk IgM , IgA dan penanda-penandanon spsifik secara antenatal 77 persen efektif untuk mendiagnosa infeksi pada janin.[1]
Guerina dkk.(1994) menapis 635.000 bayi yang lahir di Massachusetts dan New Hampshire. Dari 100 diantaranya , darah tali pusat positif untuk antibidi IgM tksoplasma. Infeksi kongenital dipasikan pada 52, dan terapi diberikan pada satu tahun. Walaupun tidak terbukti , terdapat pendapat bahwa terapi dini dapat mengurangi sekuele jangka panjang.[1]
Dari kajian terhadap penelitian – penelitian toksoplasma pada kehamilan, walon dkk.(1996) menyimpulkan bahwa efektivitas  terapi antenatal dalam mengurangi toksoplasmosis kongenital belum jelas. Foulon dkk.(!999), dalam sebuah studi terhadap 144 wanita dari lima sentra rujukan, menyimplkan bahwa anibiotik antenatal tidak mengurangi angka penularan ibu ke janin, tetapi mengurangi sekuele infeksi.selain itu semakin dini antibiotik diberikan , semakin kecil kemungkinan terjadinya sekuele.[1]
Tindakan aborsi dilaksanakan dibeberapa negara bila ibu dengan kehamilan muda terserang toksoplasmosis akut. Secara universal belum ada kesepakatan  mengenai hal ini. Di perancis misalnya, bila seorang ibu dengan kehamilan muda menderita toksoplasmosis maka ia akan dinyatakan sembuh dan dapat hamil lagi.[2]
Ibu hamil yang menderita toksoplasmosis seyogyanya  dilakukan pemeriksaan Ultrasosografi (USG) untuk memantau kelainan janin.[2]
Dalam masa laktasi, bayi tidak perlu dikawatirkan tertular  toksoplasma melalui ASI. Oleh karena itu ASI dapat tetap diberikan.   [2]


PENCEGAHAN
Berdasarkan berbagai risiko toksoplasmosis terhadap kesehatan reproduksi, pencegahan merupakan langkah yang terbaik untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit ini.Secara umum pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut  :
1.                  Jangan makan danging mentah
2.                  Tinja kucing dibakar atau diberi zat antiseptic
3.                  Mencegah kontaminasi makanan terhadap lalat dan kecoa
4.                  Mencuci tangan sebelum makan dan setelelah memegang daging mentah. Bila berkebun sebaiknya menggunakan sarung tangan.[2]
Bagi wanita prakonsepsi di Negara – Negara maju, khususnya pada  daerah di mana terdapat kejadian toksoplasmosis yang tinggi, pencegahan terhadap kehamilan dilakukan bila hasil pemeriksaan serologi toxoplasma positif. Mereka boleh hamil jika diyakini tidak ada infeksi[2]












BAB III
PENUTUP

Toksoplasmosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh toksoplasma gondii. Toksoplasma gondii biasanya diderita oleh binatang herbivore, karnivora, omnivore termasuk mamalia dan burung. Hospes definitif dari Toksoplasma gondii adalah kucing dan hewan sejenis kucing lainnya yang mendapatkan infeksi karena kucing memakan mamalia (terutama rodentia ) atau  burung yang terinfeksi Hospes perantara  dari T. gondii antara lain biri-biri, kambing, binatang pengerat, sapi, babi, ayam, dan burung. Di alam terbuka, telur parasit toksoplasma dapat bertahan sampai berbulan-bulan, terutama di tanah yang lembap. Didalam tubuh perantara,Virus toxoplasma dapat mati dalam pemanasan,pengeringan dan pembekuan.oleh karena itu disarankan daging dimasak minimal di suhu 67oC. Toxoplasma  dapat mati jika induk semang atau perantaranya juga mati. Manusia juga dapat terinfeksi dengan parasit ini melalui transfusi darah,transplantasi organ atau melalui tangan yang terkontaminasi misalnya pada petugas laboratorium, perkebunan, peternakan dan lain- lain.
Pada orang dewasa penyakit ini tidak menunjukkna gejala – gejala yang jelas. Kadang – kadang hanya ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher disertai rasa nyeri, atau dapat pula dijumpai pneumonia, polimiositis, miokarditis, dan limfangitis ( tergantung organ tubuh yang diserang). Kecurigaan baru timbul setelah anak lahir dengan gejala- gejala hidrosefalus, mikrosefalus, anensefalus, meningo-ensefalomeilitis dengan perkapran- perkapuran di otak, karioretinitis, iridosiklisis, atrofi nervi optisi, iritis, dan nistagmus.
Cairan ventrikel otak yang diperoleh dengan pungsi sering mengandung toksoplasma. Pemeriksaan laboratorium serologik merupakan cara diagnosis yang banyak dipakai pada saat ini. Beberaa cara yang lazim adalah ELIZA, hemaglutinasi, imunofluoresensi  indirek dan uji pewarnaan menurut Sabin- Feldman. Konfirmasi paling akurat untuk infeksi akutadalah peningkatan titer IgG  dalam dua sampel serum terpisahtetapi diperiksa secara bersamaan. Telah dikembangkan suatu pemeriksaan menggunakan reaksi rantai polimerase yang memiliki spesifitas dan sensitivitas tinggi
Toksoplasma pada seorang ibu hamil dengan daya tahan tubuh yang baik, agaknya tidak membutuhkan penanganan yang khusus.Ia tidak perlu diisolasi dari lingkungannya, karena hanya akan menularkan penyakitnya kepada janin dalam kandungannya. Pengobatan yang diberikan lebi banyak  bertujuan untuk menurunkan risiko infeksi terhadap janin. anibiotik antenatal tidak mengurangi angka penularan ibu ke janin, tetapi mengurangi sekuele infeksi.selain itu semakin dini antibiotik diberikan , semakin kecil kemungkinan terjadinya sekuele.
Ibu hamil yang menderita toksoplasmosis seyogyanya  dilakukan pemeriksaan Ultrasosografi (USG) untuk memantau kelainan janin.
Dalam masa laktasi, bayi tidak perlu dikawatirkan tertular  toksoplasma melalui ASI. Oleh karena itu ASI dapat tetap diberikan.  
Berdasarkan berbagai risiko toksoplasmosis terhadap kesehatan reproduksi, pencegahan merupakan langkah yang terbaik untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit ini.







.



DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, Gary F., Gant, Norman F, dkk. Obstetri Williams Vol.2, Ed: 21. EGC: Jakarta. 2004.
2.  Wiknjosastro, Hanifa, dkk. Ilmu Kebidanan. Ed:3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta. 2007.
3. Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC: Jakarta. 1998.
4. Bag. Obstetri dan Ginekologi Fak. Kedokteran Unpad Bandung. Obstetri Patologi. Elstar Offset: Bandung. 1984.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar