• ||KONSULTASI KESEHATAN - WANITA||HAID||STRES||ANYANG"​||KESUBURAN||BUMIL||HEPATITIS||HIV-AIDS||

Jumat, 09 September 2011

IUD ( INTRA UTERINE DEVICE ) atau AKDR ( ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM)

BAB I
PENDAHULUAN 

          IUD (Intra Uterine Device) atau AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) merupakan salah satu cara kontrasepsi utama, terutama di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia sendiri, walau ada kecenderungan menurun, antara lain karena kontrasepsi mantap. Jumlah akseptor AKDR masih menduduki urutan ke-2 setelah kontrasepsi hormonal, yaitu 53,4 %. Di jawa dan Bali rata-rata 18,4 %. Persentase tertinggi di Bali, terendah di Jawa Barat.( 6 )
           IUD (intrauterine Devices) adalah salah satu alat kontrasepsi yang telah lama digunakan sebagai upaya  mewujudkan Keluarga Berencana, salah satu komplikasi dari penggunaan IUD adalah adanya perforasi pada rahim dan sering ditemukan dapat bermigrasi ke dalam rongga peritoneal. (2)
Alat kontrasepsi (IUD) telah menjadi mode sejak  tahun 1965. Angka yang diperoleh dengan adanya komplikasi perforasi pada rahim yaitu  1/350-1/2500 pengguna IUD. Perforasi yang terjadi pada umumnya mengakibatkan migrasi pada organ disekitar  rahim, seperti kandung kemih dan rectosigmoid. Perforasi dapat terjadi selama tindakan penyisipan atau suatu hal di kemudian hari. Perforasi selama penyisipan secara langsung berkaitan dengan pengalaman dan keterampilan klinis. (1)
Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai Translokasi IUD lebih lanjut baik mengenai penyebab serta penanganan yang tepat untuk mengatasinya.




BAB II
TINJAUAN PUSATAKA


II.1 DEFINISI

Translokasi IUD adalah berpindahnya lokasi IUD sehingga tidak berada di tempat yang seharusnya (rongga rahim), melainkan keluar dari rongga rahim, menembus dinding rahim atau di rongga perut. (6)
Adanya komplikasi dari IUD yang telah dilaporkan yaitu adanya perforasi dalam rahim. Translokasi IUD dari rongga rahim  ke kandung kemih dan juga melalui dinding usus, serta kolon sigmoid juga telah dilaporkan. Oleh karena itu pada kasus seperti ini juga perlu perhatian dari dokter bedah walaupun komplikasi kasus ini sebenarnya lebih diprioritaskan pada ginekologi. (2)

II.2 ANGKA KEJADIAN

Perforasi menyebabkan migrasi perangkat ke organ lain di sekitar rahim , seperti kandung kemih dan rectosigmoid. Insiden perforasi oleh Cu T 380 A adalah 0,6 per 1000 insersi, dan untuk Progestasert insidennya 1,1 per 1000 insersi. Translokasi AKDR Cu T-380A dan perforasi uterus merupakan kasus yang jarang terjadi diperkirakan 1:1000. (4)
Banyak penulis telah merekomendasikan bahwa pemasangan IUD harus dilakukan oleh tenaga yang terampil untuk mencegah komplikasi seperti perforasi uterus. Migrasi IUD lebih sering pada wanita pekerja kasar dimana masih tertanam IUD di rahimnya. Dalam penelitian terakhir, karena adanya pengurangan ukuran uterus dan penipisan dinding rahim di postpartum sebagai akibat dari hypoestrogenemia, rahim menjadi lebih rentan terhadap perforasi. (7)

            II.3 ETIOLOGI

Translokasi IUD masuk ke dalam rongga perut, sebagian atau seluruhnya umumnya karena adanya perforasi uterus. Hal ini paling sering terjadi pada waktu insersi IUD yang kurang hati-hati atau karena adanya lokus minoris pada dinding rahim atau pada waktu usaha pengeluaran yang sulit.(3)
Umumnya perforasi terjadi sewaktu pemasangan AKDR walaupun bisa terjadi pula kemudian. Pada permulaan hanya ujung AKDR saja yang menembus dinding uterus, tetapi lama kelamaan dengan adanya kontraksi uterus AKDR mendorong lebih jauh menembus dinding uterus, sehingga akhirnya sampai ke rongga perut.(6)
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perforasi rahim karena penggunaan dari IUD, yang paling penting adalah konsistensi dan fleksibilitas rahim, jenis dan kekakuan dari IUD serta keterampilan tenaga ahli  dan sejumlah gaya yang diberikan pada saat dilakukan insersi untuk memperkirakan bahwa IUD berhenti pada titik-titik tertentu. Apabila gaya atau kekuatan tersebut berlebihan nantinya dapat menyebabkakn perforasi. Erosi bertahap dari dinding rahim oleh karena keradangan kronis juga memicu terjadinya migrasi dari IUD. (7)
           
            II.4 DIAGNOSIS

Perforasi dengan translokasi IUD sebagian besar tidak menimbulkan gejala. Sebagian besar baru diketahui setelah beberapa kali dilakukan pemeriksaan ulang, dimana benang tidak terlihat. (3)
Dalam hal ini pada pemeriksaan dengan sonde uterus atau mikrokuret tidak dirasakan AKDR dalam rongga uterus. Jika ada kecurigaan kuat tentang terjadinya perforasi, sebaiknya dibuat foto Roentgen, dan jika tampak di foto AKDR dalam rongga panggul, hendaknya dilakukan histerografi untuk menentukan apakah AKDR terletak di dalam atau di luar caavum uteri. Dewasa ini dapat ditentukan dengan USG transvaginal dan transabdominal. (3)    
Dari beberapa kasus yang dilaporkan mengenai perforasi uterus dengan translokasi IUD ke rectosigmoid, pada anamnesa pasien mengeluh sakit punggung menetap dan sakit saat buang air besar. Pada pemeriksaan klinis didapatkan nyeri tekan saat palpasi pada perut bagian bawah. Pada pemeriksaan dengan inspikulo tidak tampak benang IUD, pemeriksaan bimanual bisa disertai nyeri goyang porsio dan nyeri tekan pada daerah adneksa . Pada pemeriksaan USG umumnya uterus terkesan normal, tampak IUD diluar cavum uterus dengan pemeriksaan pelvix X-ray. Untuk hasil pemeriksaan dari darah lengkap pasien baik Hb, jumlah leukosit dan komponen darah lainnya dalam batas normal. (2)



BAB III
PEMBAHASAN

                                                     
IUD adalah chemically inert yang terdiri dari bahan non-absorable (polyethylene) dan ditambahkan dengan barium sulfat agar  radio opaque. IUD yang chemically active  memiliki lingkaran copper atau bahan progestasional.(5)
Saat ini jenis IUD yang ada dipasaran adalah IUD chemically active :
1.      Levonogestrel Device (MIRENA) : melepaskan levonogetrel kedalam uterus 20 ug/hari yang mengurangi efek sistemik dari progestin.
2.      Copper Device (Paragard T 380A) : Terdiri dari polyethylene dan   
      barium sulfat terbungkus dengan benang copper. (5)
          Menurut bentuknya IUD dibagi menjadi bentuk terbuka dan tertutup. Bentuk terbuka (open device), misalnya Lippes Loop, CU-T, Cu-7, Margulies, Spring Coil, Multiload, Nova-T, dan lainnya. Bentuk tertutup (closed device), misalnya Ota ring, Antigon, Grafenberg ring, Hall-stone ring, dan lain-lain. (6)
          Alat terbuka dari bahan inert, misalnya Lippes Loop, yang terletak di luar uterus mungkin menimbulkan bahaya, mungkin juga tidak. Perforasi usus besar dan usus halus serta fistula usus, berikut morbiditas yang menyertainya, pernah dilaporkan terjadi jauh dari waktu pemasangan. AKDR berisi tembaga yang terletak di luar uterus akan memicu reaksi peradangan lokal yang hebat dan perlekatan ke struktur yang meradang. (1)      
Untuk menentukan AKDR yang hilang, bila benang tidak terlihat dan AKDR tidak teraba pada pemeriksaan rongga uterus, dilakukan sonografi untuk memastikan apakah alat terletak di dalam rongga uterus. Apabila temuan ini negatif atau tidak dapat disimpulkan, dilakukan foto polos abdomen dan panggul dengan sebuah sonde yang dimasukan ke dalam rongga uterus. Dapat dilakukan pengisian radiokontras untuk histerografi, dan alternatif lain adalah histeroskopi.(1)
AKDR yang secara kimiawi inert biasanya mudah dikeluarkan dari rongga peritonium dengan laparoskopi atau kolpotomi posterior. AKDR berisi tembaga melekat lebih erat dan mungkin diperlukan laparotomi. AKDR dapat menembus dinding uterus dengan derajat bervariasi. Kadang-kadang sebagian alat menonjol ke dalam rongga peritonium sementara sisanya terfiksasi erat di miometrium. AKDR juga dapat menembus ke dalam serviks dan menonjol ke luar ke dalam vagina. (1)
Perforasi lebih sering terjadi pada IUD jenis tertutup, pada pemasangan pasca persalinan dan masa laktasi, serta pada kelainan letak uterus yang tidak diketahui. Adapun tindakan yang umumnya dilakukan oleh sebagian besar ahli IUD menegenai translokasi ini adalah sebagai berikut; 
1.      Karena IUD tertutup (closed IUD) yang sudah berlubang dapat    
       menimbulkan obstruksi usus ( ileus ), maka sebaiknya segera di        
       keluarkan dengan jalan laparoskopi, kuldoskopi, atau   
       minilaparotomi.
2.      IUD yang mengandung ion-ion tembaga (copper), karena dapat     
      menimbulkan perlekatan-perlekatan organ dalam perut, maka   
      sebaiknya segera dikeluarkan seperti di atas.   
3.      Sedangkan pada IUD jenis dan bentuk terbuka (open IUD), jika tidak ada gejala dan akseptor dapat diberi pengertian, pengeluaran IUD tidak perlu dilakukan terburu-buru. Kecuali bila oleh karena ini akseptor menjadi tidak tenang dan meminta dikeluarkan, maka kita wajib mengeluarkannya. (3)

         Beberapa penulis telah menyarankan meninggalkan IUD pada tempatnya jika pasien asimtomatik untuk mengurangi resiko yang mungkin terjadi bila dilakukan laparotomi atau bahkan suatu laparoskopi. Namun, tidak menutup kemungkinan dilakukan tindakan tersebut jika ada beberapa pertimbangan klinis dari dokter untuk menentukan strategi pengobatan pilihan.  (7)



BAB IV
KESIMPULAN


Translokasi dan perforasi IUD merupakan kasus yang jarang terjadi diperkirakan 1: 1000. Untuk mengurangi resiko terjadinya perforasi uterus dan translokasi  seharusnya pemasangan IUD dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih. Adapun hal yang perlu diperhatikan sebelum pemasangan IUD adalah penjelasan kepada pasien mengenai kelebihan dan kekurangan dari penggunaan IUD, perhatikan pula indikasi dan kontraindikasi dari pemasangan IUD, dan yang tidak kalah penting adalah tehnik pemasangan yang baik dan benar karena pada kasus yang sering terjadi pada translokasi dan perforasi dikarenakan  pengukuran uterus yang kurang tepat. Dengan demikian diharapkan kekhawatiran berlebihan masyarakat akan komplikasi IUD dapat berkurang terutama pada masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang rendah.
Tidak semua kasus dengan perforasi dan translokasi harus dilakukan pengangkatan IUD, dibutuhkan beberapa pertimbangan klinis dari dokter sebelum tindakan pengankatan dilakukan. Bila asimtomatik umumnya tidak dilakukan pengankatan IUD, kecuali ada kecemasan dan ketakutan berlebihan dari pasien maka IUD harus diangkat. Jenis IUD pun memegang peranan penting  sebelum dilakukan tindakan. Pertimbangan akan timbulnya fistel dan perforasi usus serta meningkatnya morbiditas pada pasien karena translokasi IUD adalah faktor yang mendukung dilakukannya pengangkatan dengan jalan laparoskopi, kuldoskopi atau mini laparotomi.

           

DAFTAR PUSTAKA


1.      Cuningham F Gary, et al. 2005. Obstetri Williams.vol 2.Edisi 21. hal: 1720, 1723-1724. Jakarta.EGC.
2.      Darlong, Laleng M. Et al. 2009. Colonoscopic Retrieval of migrated copper- T. Journal of Minimal Acces Surgery. Shillong. India. www.wikipedia.com
3.      Mochtar,R. 1998. Sinopsis Obstetri. Ed 2. hal: 305. Jakarta. EGC
4.      Okayasa, I Nyoman, dkk. 2006. Laporan Kasus Translokasi AKDR cooper T- 
      380A dan Perforasi uterus. Bagian Obstertri dan Ginekologi FK- Universitas
      Hasanudin.www.wikipedia.com
5.      Widjanarko,B. 2010. Keluarga Berencana.www.wikipedia.com
6.      Wiknjosastro H,dkk. 1994. Ilmu Kandungan. Ed.2. hal: 559-560. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
7.      Villalonga,R. Et al.2010. Translocation of an Intrauterine Contraceptive. Barcelana.Spain.www.wikipedia.com




By : dr. Kalferyl, Sp.OG
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar